Karakter suatu bangsa sangat
bergantung pada kualitas karakter sumber daya manusia (SDM) bangsa tersebut,
karenanya karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Kondisi
pendidikan di sekolah sekarang ini cenderung mengembangkan aspek kognitif
siswa, dimana aspek selain kognitif seperti afektif kurang mendapat perhatian
bahkan terabaikan.
Sehingga kebanyakan siswanya walau mempunyai nilai yang tinggi tapi belum menjamin memiliki sikap yang baik.
Sehingga kebanyakan siswanya walau mempunyai nilai yang tinggi tapi belum menjamin memiliki sikap yang baik.
Masih
terngiang dipikiran kita peristiwa tawuran antar siswa SMA di ibu kota yang
mengakibatkan terenggutnya nyawa. Seorang siswa ataupun sering disebut pelajar
seharusnya segala tindak lagunya mencermunkan seseorang yang terpelajar yang
mengutamakan otak dan intelektualitasnya untuk berekspresi. Bukan sebaliknya,
atas dasar berkespresi malahan bertingkah brutal melanggar norma-norma yang
berlaku. Memang peristiwa itu terjadi setelah jam pulang kuliah ataupun di luar
lingkungan sekolah. Tapi, apakah karena peristiwa itu di luar sekolah dan
diluar jam sekolah maka pihak sekolah lepas dari tanggung jawab?tentunya tidak
serta merta seperti itu kondisinya.
Apakah ini
memang karakter dari siswa-siswa di ibu kota ini? tentunya terlalu dini untuk
menyimpulkan seperti itu. Mungkin hanya segelintir siswa saja yang mempunyai
karakter seperti itu. Masih banyak juga siswa-siswa yang berperilkau baik dalam
lingkungan sekolah atupun luar sekolah. Namun demikian, tentunya tidak serta
merta kita melupakan kejadian tersebut. Karena dari hal yang sedikit itu
mungkin bisa jadi membudaya dan bukan tidak mungkin sikap brutal menjdi
identitas atau karakter dari siswa kita. Tentunya kita semua tidak mau hal itu
terjadi.
Sekolah yang
merupakan tempat penempaan bagi siswa-siswanya baik secara koqnitif dan afektif
harus mempunyai trik-trik jitu. Sekolah harus menerpakan pendidikan yang
seimbeng antara pengembangan aspek koqnitif dan aspek afektif siswa. Tentunya
pihak sekolah harus melakukan pembenahan dalam hal pengajaran ataupun kegiatan-kegiatan
kesiswaan yang berorientasi kreasi siswa.
Salah satu faktor
yang harus diperhatikan untuk pembangunan karakter siswa adalah guru. Dalam
proses pengajaran guru menjadi tombak untuk membangun sikap dan koqnitif siswa.
Tentunya guru yang meru[akan pendidik dan pengajar tidak hanya emberikan materi
pelajaran semata tapi bagaimna membentuk sikap siswa itu jauh lebih penting.
Dalam hal ini, guru dituntut menjadikan siswa pintar secara akal sekaligus
pintar secara sikap. Sehingga perlulah dikembangan pembelajaran yang bisa memberikan kontribusi
positif dalam pembentukan karakter siswa, salah satunya matematika.
Tidak jarang
ditemukan guru matematika yang ketika mengajar hanya memberikan materi semata
tanpa memberikan nilai atau esensi dari konsep matematika. Memang pemerintah
menggalakan pendidikan karakter sehingga mewajibkan setiap gurunya untuk
mengembangkan karakter pada setiap materi yang diajarkan. Tapiaa pa yang
terjadi, itu hanya dilakukan oleh guru sebagai sarat administratif dalam bentuk
tulisan-tulisan saja yang dituangkan di RPP. Dalam pelaksanaanya, nilai apa
yang terkandung pada konsep matematika kurang mengena pada siswa.
Dalam
mengembangkan karakter apa yang dapat ditumbuhkan pada siswa pada bidang mata
pelajaran matematika tentunya seorang guru harus mengenal karakteristik dari
setiap konsep matematika. Karakteristik apa yang terkait dengan karakter atau
sifat manusia. Jika kita tau karakteristik matematika yang memiliki hubungan
erat dengan sifat dari manusia, tentunya kita dapat mengembangkan sebuah
pengajaran matematika dengan menanamkan nilai-nilai dari setiap konsep
matematika. DAmpak karakteristik dari konsep matematika itu apabila ditanamkan
dalam kehidupan siswa tentunya akan berdampak positif terhadap sikap siswa.
Menurut
Abdussyakir (Fathani, 2009) dampak positif pembelajaran matematika yang
berkaitan dengan sikap terpuji atau akhlak mahmudah adalah sebagai berikut:
1. Sikap Jujur, Cermat dan
Sederhana
Matematika yang jamak orang menyebutnya ilmu
hitung adalah ilmu yang berkaitan dengan proses hitung menghitung. Dalam proses
perhitungan untuk menentukan hasil dari jawaban menggunakan teorema ataupun
defisnisi dibutuhkan sikap ketelitian, kecermatan dan ketepatan. Setelah
didapatkan hasilnya tentu kita memerlukan proses pengecekan dari langkah-langkah
yang telah kita lakukan. Apakah langkah-langkah tersebut sudah sesuai dengan
teorema atau tidak. Jangan sampai langkah yang kita buat melenceng dari teorema
sehingga tentunya jawaban akan salah. Oleh sebab itu, perlu ketelitian dan
kecermatan.
Dalam matematika juga terdapat prisndip
kejujuran. Dimana ketika kita melakukan proses dalam matematika dan tidak
sesuai dengan prinsip tau teorema-teorema yang ada tentunya pekerjaan kita akan
salah. Dan seseorang tidak dapat mengelak itu ataupun berkilah dengan dasar
diluar matematika untuk membenarkan hasil pekerjaan yang salah tadi.
Sebaliknya, seseorang tidak dapat menyalahkan sebuah definisi atau teorema yang
sudah terbukti kebenarannya untuk mencapai tujuan dari perhitungan yang
diinginkan oleh seseorang. Seperti contoh:
Jika dalam matematika sudah menyepakati bahwa
-2 x 4 = -12, tentunya tidak boleh membenarkan -2 x 4 = 12. Dengan dalih apapun
seseorang tidak dapat membantah itu karena tujuannya adalah menghasilkan 12.
Disamping itu, dalam matematika juga
mengajarkan prinsip kesederhanaan yang artinya seefektif mungkin menggunakan
langkah-langkah untuk menuju pada hasil yang benar. Kita sering dengan adanya
perhitungan cepat. Tentunya dalam perhitungan cepat tidak mengabaikan
langkah-langkah atau prinsip sesuai dengan teorema. Tapi, tentunya ketika
seseorang yang sudah faham dapat melangkah lebih jauh dari setiap langkah itu
yang terpenting tidak menyalahi aturan yang ada dalam matematika. Seperti
contoh:
Dalam opersai bilangan 25 x 25 = . . .?
Ada orang yang menjawabnya dengan langkah:
25
25 x
125
50
+
625
Akan tetapi bagi seseorang yang sudah
mengetahui sifaf-sifat perkalian bilangan 5 langsung menjawabnya:
25 x 25 = (2x3) 25 = 625
Jawaban yang kedua lebih tepat dan lebih hemat
waktu akan tetapi perlu mengetahui sifat dan prinsip matematika.
2.
Sikap Konsisten dan Sistematis Terhadap Aturan
Matematika adalah ilmu yang didasarkan pada
kesepakatan-kesepakatan yang sistematis dan dari kesepakatan itu seseorang yang
bekerja dengan matematika harus mentaatinya. Sebagai contoh kalau dalam
matematika jumlah sudut dalam segitiga = 1800 dalam geometri euclid.
Tentunya kita harus mentaatinya untuk membuktikan kebenaran selanjutnya. Kita
tidak boleh menabrak kesepakatan itu kalau tidak mau dibilang salah.
Aturan-aturan dalam matematika itu tersusun
rapi secara sistematis mulai dari defini ataupun kebenaran pangkal yang tidak
perlu pembuktian karena sudah terbukti kebenarannya. Kemudian adanya teorema
yang merujuk pada sebuah definisi harus dibuktikan kebenarannya. Teorema akan
menimbulkan sebuah akibat yang disebut Lemma ataupu Corollary.
Tidak hanya itu pada bagian-bagian matematika juga sudah tersusun rapih secara
sistematis seperti contoh pada konsep bilangan: bilangan kompleks didalamnya
terdapat bilangan real dan imajiner. Dalam bilangan real ada bilangan rasional
dan irrasional. Didalam bilangan rasional terdapat bilang bulat dan pecahan.
Dari contoh tersebut matematika sangat sistematis dan harus ditaati dalam
proses pengerjannya
Menjadi seorang pemimpin harus berpegang pada
kebenaran dari aturan yang sistematis dan konsisten menjalankannya. Amanah yang
diberikan oleh rakyat harus dijalankan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
rakyat. Konsistensi itu harus selalu ada pada konsisi apapun.
3.
Siakap Adil
Dalam matematika terdapat prinsip keadilan
dalam hal sebuah persamaan. Seperti contoh:
2x + 5 = 15,
tentukan nilai x! (solusi dari persamaan)
untuk mencari solusi dari persamaan tersebut
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
2x
+ 5 = 15
2x + 5 – 5 = 15 – 5
2x = 10
2x = 10
2 2
x = 5
Kalau kita lihat operasi pada ruas kiri harus
sama dengan ruas kanan. Jadi dalam pengerjaanya terdapat prisnsip keadilan
dalam matematika.
4.
Sikap Tanggung Jawab
Dalam matematika ada yang dinamakan proses
pembuktian baik secara induktif ataupun deduktif. Dalam proses pembuktian
terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan dan semuanya itu didasarkan pada
kebenaran dan alasan yang kuat. Seperti contoh: untuk membuktikan Luas Daerah
Segitiga = ½ * alas * tinggi kita memerlukan langkah-langkah yang terkait
misalkan salah satunya dengan menggunkan teorema phytagoras yang sudah
dibuktikan kebenarannya. Jadi, untuk membuktikan lluas daerah segitiga tersebut
dalam langkahnya kita memilih menggunakan teorema phytagoras karena alasan yang
kuat yaitu sudah terbukti kebenarannya dan terkait dengan prinsip-prinsip
segitiga.
5.
Sikap Percaya Diri dan
Tidak Mudah Menyerah
Sikap percaya diri amat
sangat dibutuhkan oleh siswa. Seorang siswa akan menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik bila memiliki kepercayaan terhadap kemampuan yang dimilkinya. Dalam
atematika sendiri untuk menyelesaikan sebuah persoalan matematika dituntut
untuk percaya diri dalam mengerjakannya. Biasanya dalam pembelajaran matematika
tidak jarang siswa yang suka mencocok-cocokan jawabannya dengan jawaban
temannya. Dengan alasan apakah jawabannya itu benar. Tapi, terkadang karena
kurang percaya dirinya siswa tersebut ketika jawabannya berbeda dengan temannya
bukan malah termotivasi untuk mencari jawaban yang benar tapi sebalikanya rasa menyerah.
Siswa tersebut merasa jawabannya salah dan yang timbul menyontek jawaban
temannya yang belum tentu benar.
Yang perlu dikembangkan
da;am pembelajran matematika terkait dengan sikap rasa percaya diri aadalah
biarkan siswa berkreasi dengan jawabannya menurut kemampuannya. Jika terjadi
kegagalan dalm mencari hasil jawaban, guru memberikan scaffolding ataupun bantuan sehingga memotivasi siswa untuk mencari
jawaban yang benar. Jika kegiatan itu dilakukan terus menerus tentunya sikap
tidak mudah menyerah pada siswa akan terbangun. Siswa akan terus mencari dan
mencari jawaban dari permasalahan sehingga mereka mendapatkan hasilanya. Rasa
tidak mudah menyerah tersebut akan menimbulkan kepercayaan diri pada diri
siswa.
Jadi, dalam pembelajaran
matematika sangat penting utnuk membentuk pribadi yang berkualitas. Jika guru
dapat menentukan karakteristik dari setiap konsep matematika tentunya guru akan
lebih mudah mengembangkannya dalam setiap proses pembelajaran. Guru dapat
menciptakan disein pembelajaran dengan mengkombinasi nilai-nilai yang
terkandung di setiap konsep matematika. Sehingga, pendidikan karakter tidaka
hanya dituliskan sebagai sarat administratif saja, tapi benear-benar nilai
karakter sikap siswa juga dapat terbangun dengan baik.
Daftar Pustaka
Fathani, Abdul
Halim. 2009. Matematika Hakikat & Logika. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamalik, Oemar.2010.Proses Belajar mengajar. Jakarta: PT
Bumi Aksara
Oleh: Samsul Maarif
Temukan tulisan terkait:
"Jembarnya hati ala geometri"
"Tanda tanya?"
"Menguak geometri dari sisi lain!! sebuah pemikiran..."
"Antara TUHAN dan MANUSIA (sebuah analisis sederhan..."
"Matematika Amal dan Dosa........"
"JUJUR DENGAN MATEMATIKA"
"Eksistensi dengan Mendefinisikan Diri (Mencontoh e..."
"Refleksi Ikhwal Limit"
"Ketika Seorang Santri Belajar Matematika"
"Andaikan Politisi Menggunaan Prinsip Matematika"
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!