“Aku
ingin jadi seorang tentara” jawaban itu yang terucap dari mulutku ketika ditanya
pak bupati pada acara pemberian penghargaan murid teladan tingkat SD se
kabupaten Pemalang. Ya....... itu ucapan seorang anak SD tentang cita-citanya
dan tak lain dan tak bukan ingin menunjukan eksistensinya ketika sudah besar
nanti untuk menjadi tentara.
Seorang
manusia memang mengakui bahwa dia itu ada di dunia ini. Dia mengakui dirinya
berada di dunia ini. Namun keberadaan dirinya, sebagai makhluk sosial belum
tentu benar di hadapan manusia lainnya. Jadi keberadaan seseorang di dunia ini,
khususnya dalam kehidupan sosial harus ditunjukkan kepada orang lain bahwa
benar-benar dia itu ada. Keberadaan seseorang di hadapan orang lain bisa
disebut sebagai eksistensi diri manusia dalam kehidupan sosial. Artinya, setiap
orang menginginkan pengakuan dirinya dari orang lain sebagai seorang yang
mempunyai sesuatu kelebihan baik skill, jabatan, karir profesional atau yang
lainnya. Akan tetapi, untuk memperoleh sebuah pengakuan terkadang seseorang
mengkhallkan segala cara, menerobos batas-batas demi mendapatkan eksistensi
diri.
Matematika
disebut ilmu lambang dimana setiap aturan terdabat lambang atau simbol. Sebuah
simbol pasti memiliki arti bai tersurat
atau tersirat. Sebuah simbol dalam matematika juga mungkin memiliki arti dalam
kehidupan. Oleh karena itu, untuk membahas eksistensi diri saya menggunakan
pendekatan konsep matematika dalam hal ini geometri. Kita mulai dengan eksistensi
sebuah bangun dimensi dua.
Pada
gambar 1 kita menyebutnya segitiga dan segi empat, akan tetapi pada
gambar 2 meskipun memiliki tiga buah segmen garis dan empat buah segmen garis
orang tidak menyebutnya segitiga ataupun segi empat. Mengapa demikian?
Dalam
hal ini eksistensi segitiga dan segiempat ada karena adanya pendefinisian
sehingga sebuah segitiga dan segi empat terdefinisi dengan baik (well
defined). Jika boleh mendefinisakikan bahwa sebuah segitiga dibatasi oleh
tiga buah sisi dan segiempat dibatasi oleh empat buah sisi yang masing-masing
saling berpotongan. Yang membatasi keduanya adalah sisi yang berupa segmen
garis. Itulah kenapa pada gambar 2 terdapat sisi yang tidak ada atau ada
batasan yang hilang sehingga keduanya tidak terdefinisi dengan baik.
Menarik
kalau kita telusuri bahwa bukan hanya pada dimensi dua pada dimensi tigapun
sebuah bangun ruang akan terdefinisi dengan baik harus dibatasi oleh sisi yang
berbentuk bidang. Mungkin dimensi-dimensi yang lain akan sama pula. Jadi,
setiap makhluk yang berdimensi memiliki batasan-batasan.
Kalau
kita mau menganalogikan hal dengan salah satu sifat Alloh “mukholafatullilkhawaditsi”
yang artinya kurang lebih bahwa Alloh itu berbeda dengan makhluk ciptaaNya. Setiap
makhluk Alloh berdimensi sehingga terbatas ataupun memiliki batasan yang kita
sebut dengan sisi yang membatasi. Sedangkan Alloh berbeda dengan makhluknya
jadi tidak terbatas ataupun tidak ada satupun yang membatasi sehingga tidak
seorangpun dapat mendefinisikan Alloh secara fisik.
Di
samping itu kalau kita sebagai manusia yang notabenenya sebagai makhluk yang
berdimensi artinya memiliki batasan-batasan sehingga dapat terdefinisi dengan
baik dan bisa memiliki eksistensi dimata orang lain. Apa batasan-batasan itu? Tentunya
sama yaitu dengan bangun dimensi yaitu sisi-sisi. Akan tetapi sisi-sisi
tersebut berbentuk nilai-nilai agama, moral dan lain sebaganya yang menjadikan
manusia bermartabat. Artinya jika seseorang melanggar batasan-batasan kehidupan
sebagai manusia. Eksistensi semu yang akan didapat bagi seseorang yang
mendapatkan sebuah pengakuan dengan cara-cara yang keluar dari jalur dan itu
bukan sifat dari sebuah makhluk yang berdimensi ataupun fitrah dari makhluk
ciptaan Alloh.
Oleh
karena itu “Marilah kita sama-sama mendefinisikan diri kita sehingga kita
menjadi manusia yang terdefinisi dengan baik dengan tidak melanggar
batasan-batasan sisi kita sebagai makhluk ciptaan Alloh SWT”. Semoga tulisan
ini bermanfaat............
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!