Hujan
yang kian deras menjamah kota jalanan kota jakarta membutku memutuskan menstandarkan
motor bebekku di pinggir jalan dan berteduh di warung kopi. Di warung kopi yang
sepi hanya terliat bapak tua yang sedang berjualan kopi, rokok dan
macam-macam jajanan. Sembari melepas jaketku yang basah kuyup ku pesan secangkir
kopi panas hitam nan kental. Aku duduk di bangku yang terbuat dari kayu sambil
merasakan dinginya badan karena tersiram air hujan. Tak berapa lama kopi yang
aku pesanpun sudah jadi.
Bapak
penjual kopi: “Ni mas kopinya”
Aku:
“Owh iya pa terima kasih”
Bapak
penjual kopi: “Baru pulang kerja ya mas?”
Aku:”Iya
ni pa....tadi di tempat kerja belum hujan dan lupa bawa mantel jadi yah
terpaksa hujan-hujanan”
Hujanpun
semakin deras dan benak fikiranku hujan tidak begitu saja akan cepat reda. Sambil
minum kopi terjadilah obrolan yang begitu hangat sehangat kopi yang aku
nikmati. Hingga pada sebuah obrolan yang membuatku sangat terkesan dan
tercengang pada bapak setengah baya si penjual kopi.
Aku:
“Bapak sudah lama yah di jakarta”
Bapak
penjual kopi: “Sudah lama mas saya datang ke Jakarta kalo ngga salah waktu umur
17 tahun. Saya merantau ke Jakarta tidak ada sanak saudara”
Aku:”Trus
bapak di Jakarta kerja apa?”
Bapak
penjual kopi: “Yah kerja apa aja mas dari kuli bangunan, tukang kebun, sampe
terakhir yang sangat lama jadi OB di kantor perpajakan mas”
Aku:”Owhh....banyak
juga ya pa pengalamannya?” sambil tertawa.
Bapak
penjual kopi:”Yah hidup di Jakarta memang keras mas.. kalo ngga kerja keras ya
ngga bisa makan. Saya dulu jadi kuli nyari sana-sini, nglamar sana sini di
setiap ada proyek bangunan padahal ngga ada yang kenal tapi kalo kita santun
nanya meminta kerja ya alhmdulilah mas bisa di terima dengan baik.”
Aku:”Owhh
gitu ya pa.....”
Bapak
penjual kopi:”Waktu di bangunan apa saja mau saya lakukan dari tukang ngaduk,
bawa adukan sampe bersih-bersih proyek. Mungkin itu kali ya mas yang membuat
mandorku senang padahal waktu itu umurku baru 17 tahun. Trus akhirnya mandorku
melihat saya kasihan kali ya mas terus memperkenalkan saya pada bosnya untuk
kerja jadi tukang kebun. Ya waktu itu daripada kuli bangunan payah saya
langsung trima aja jadi tukang kebun”
Aku:”Owhh.....berapa
lama bapak jadi tukang kebun?”
Bapak
penjual kopi: “Ya kurang lebihnya tiga setengah tahunan lah mas”
Aku:”Trus
bapak sampai bisa kerja di kantor pajak gimana ceritanya pak?”
Bapak
penjual kopi:”Jadi ada kejadian kayak gini mas. Dulu waktu saya jadi tukang
kebun ada bapak-bapak bertamu di rumah majikan saya. Bapak itu terliat seperti
orang biasa bahkan bertamu ke tempat majikan saya tanpa bawa kendaraan. Saya
langsung mempersilahkan bapak itu duduk. Kebetulan waktu itu majikan saya lagi
pergi dan saya mempersilahkan bapak itu untuk menunggu di ruang tamu. Saya
menawarkan minum ke bapak itu dan meminta saya untuk membuatkan kopi. Sayapun
langsung pergi ke belakang untuk mengambilkan minum. Tidak di sangka tamu
majukan saya itu menyuruh saya untuk menemaninya mengobrol sembari menunggu
majikan saya. Kamipun mengobrol apa aja mas. Si bapak tidak ada rasa canggung
mengobrol dengan saya meski saya hanyalah tukang kebun. Kamipun lama mengobrol
dan pada akhirnya saya tahu bahwa bapak itu adalah kepala bagian dari kantor
pajak. Saya tidak menyangka koq ada kepala bagian pajak yang gayanya seperti
biasa. Dari situ mas saya kenal pak Furqon namanya dan menyuruh saya untuk
kekantornya besok paginya. Hingga kurang lebih satu setengah jam lamanya kami
mengobrol hingga majikan saya datang dan sayapun kembali ke pekerjaan saya
bersih-bersih taman."
Aku:”Truss
gimana lagi pak?”
Bapak
penjual kopi:”Ya besok paginya saya minta izin pada majikan untuk keluar ke
kantornya pak furqon. Sesampainya di kantor pajak di Kebayoran Baru saya
langsung bertemu pak furqon.Waktu itu saya di tawarin jadi OB di kantor pajak.
Sayapun langsung menerimnya.”
Aku:”Gimana
dengan majikan bapak?”
Bapak
penjual kopi:”Yah saya cerita aja apa adanya mas dan alhamdulilah majikan saya
tidak marah malahan mendukung supaya saya kerja di tempatnya pak Furqon”
Aku:”Owhhhh....”
Bapak
penjual kopi:”Ya alhmdulilah mas sekitar dua tahun saya kerjajadi OB di kantor
pajak saya diangkat jadi PNS. Dari situ mas saya bisa menyekolahkan kedua anak
saya sampai lulus kuliah”
Aku:”Subhanalloh.........sekarang
anaknya masih kuliah atau sudah lulus”
Bapak
penjual kopi:”Alhamdulilah....anak yang pertama sudah kerja di TRANS TV dan
yang kedua di Bank Danamon mas.Yah sekarang saya sudah pensiun jadi ya buat
ngisi hari-harinya saya berjualan kopi sama ibu” (kebetulan sang istri dari
bapak itu lagi pergi ke salah satu rumah anaknya)
Aku:”Hmmmmm....mang
anaknya ngga marah kalo bapak berjualan di warung kopi kayak gini”
Bapak
penjual kopi:”Ya awal-awal sih ngga boleh. Tapi setelah saya bilang ya asaya
orang biasa kalo anak-anak saya kan sudah jadi orang yang berhasil. Saya tetap
akan jadi seperti saya yang dulu yang sederhana. Saya senang melihat anak-anak
saya sukses tapi saya juga senang dengan kesederhanaan saya”
Aku:”Subhanallohhh.....”
Dari
secangkir kopi di pinggir jalan. Di sudut warung kopi aku mengerti akan
pentingnya kerja keras dan kesederhanaan hidup. Kerja keras dalam hal apapun
menjadikan semangat dalam menikmati kerja. Kerja keras akan membuahkan hasil
yang nikmat senikmat kopi panas di tengah kedinginan karena air hujan. Dibalik
kesederhanaan si bapak tua dan secangkir kopi buatannya ada nilai-nilai yang
amat sangat bermanfaat bagi perjalanan hidup tentang kesederhanaan dan kerja
keras.
Oleh:
Samsul Maarif
Temukan tulisan terkait:
"Mengawali Cita-cita dari Kumandang Azan"
"Mengawali Cita-cita dari Kumandang Azan"
"MERATAP"
Subhanallah
ReplyDelete