Sunday, January 13, 2013

Ada Nilai di Secangkir Kopi



Hujan yang kian deras menjamah kota jalanan kota jakarta membutku memutuskan menstandarkan motor bebekku di pinggir jalan dan berteduh di warung kopi. Di warung kopi yang sepi hanya terliat bapak tua yang sedang berjualan kopi, rokok dan macam-macam jajanan. Sembari melepas jaketku yang basah kuyup ku pesan secangkir kopi panas hitam nan kental. Aku duduk di bangku yang terbuat dari kayu sambil merasakan dinginya badan karena tersiram air hujan. Tak berapa lama kopi yang aku pesanpun sudah jadi. 

Bapak penjual kopi: “Ni mas kopinya”

Aku: “Owh iya pa terima kasih”

Bapak penjual kopi: “Baru pulang kerja ya mas?”

Aku:”Iya ni pa....tadi di tempat kerja belum hujan dan lupa bawa mantel jadi yah terpaksa hujan-hujanan”

Hujanpun semakin deras dan benak fikiranku hujan tidak begitu saja akan cepat reda. Sambil minum kopi terjadilah obrolan yang begitu hangat sehangat kopi yang aku nikmati. Hingga pada sebuah obrolan yang membuatku sangat terkesan dan tercengang pada bapak setengah baya si penjual kopi. 

Aku: “Bapak sudah lama yah di jakarta”

Bapak penjual kopi: “Sudah lama mas saya datang ke Jakarta kalo ngga salah waktu umur 17 tahun. Saya merantau ke Jakarta tidak ada sanak saudara”

Aku:”Trus bapak di Jakarta kerja apa?”

Bapak penjual kopi: “Yah kerja apa aja mas dari kuli bangunan, tukang kebun, sampe terakhir yang sangat lama jadi OB di kantor perpajakan mas”

Aku:”Owhh....banyak juga ya pa pengalamannya?” sambil tertawa.

Bapak penjual kopi:”Yah hidup di Jakarta memang keras mas.. kalo ngga kerja keras ya ngga bisa makan. Saya dulu jadi kuli nyari sana-sini, nglamar sana sini di setiap ada proyek bangunan padahal ngga ada yang kenal tapi kalo kita santun nanya meminta kerja ya alhmdulilah mas bisa di terima dengan baik.”

Aku:”Owhh gitu ya pa.....”

Bapak penjual kopi:”Waktu di bangunan apa saja mau saya lakukan dari tukang ngaduk, bawa adukan sampe bersih-bersih proyek. Mungkin itu kali ya mas yang membuat mandorku senang padahal waktu itu umurku baru 17 tahun. Trus akhirnya mandorku melihat saya kasihan kali ya mas terus memperkenalkan saya pada bosnya untuk kerja jadi tukang kebun. Ya waktu itu daripada kuli bangunan payah saya langsung trima aja jadi tukang kebun”

Aku:”Owhh.....berapa lama bapak jadi tukang kebun?”

Bapak penjual kopi: “Ya kurang lebihnya tiga setengah tahunan lah mas”

Aku:”Trus bapak sampai bisa kerja di kantor pajak gimana ceritanya pak?”

Bapak penjual kopi:”Jadi ada kejadian kayak gini mas. Dulu waktu saya jadi tukang kebun ada bapak-bapak bertamu di rumah majikan saya. Bapak itu terliat seperti orang biasa bahkan bertamu ke tempat majikan saya tanpa bawa kendaraan. Saya langsung mempersilahkan bapak itu duduk. Kebetulan waktu itu majikan saya lagi pergi dan saya mempersilahkan bapak itu untuk menunggu di ruang tamu. Saya menawarkan minum ke bapak itu dan meminta saya untuk membuatkan kopi. Sayapun langsung pergi ke belakang untuk mengambilkan minum. Tidak di sangka tamu majukan saya itu menyuruh saya untuk menemaninya mengobrol sembari menunggu majikan saya. Kamipun mengobrol apa aja mas. Si bapak tidak ada rasa canggung mengobrol dengan saya meski saya hanyalah tukang kebun. Kamipun lama mengobrol dan pada akhirnya saya tahu bahwa bapak itu adalah kepala bagian dari kantor pajak. Saya tidak menyangka koq ada kepala bagian pajak yang gayanya seperti biasa. Dari situ mas saya kenal pak Furqon namanya dan menyuruh saya untuk kekantornya besok paginya. Hingga kurang lebih satu setengah jam lamanya kami mengobrol hingga majikan saya datang dan sayapun kembali ke pekerjaan saya bersih-bersih taman."

Aku:”Truss gimana lagi pak?”

Bapak penjual kopi:”Ya besok paginya saya minta izin pada majikan untuk keluar ke kantornya pak furqon. Sesampainya di kantor pajak di Kebayoran Baru saya langsung bertemu pak furqon.Waktu itu saya di tawarin jadi OB di kantor pajak. Sayapun langsung menerimnya.”
Aku:”Gimana dengan majikan bapak?”

Bapak penjual kopi:”Yah saya cerita aja apa adanya mas dan alhamdulilah majikan saya tidak marah malahan mendukung supaya saya kerja di tempatnya pak Furqon”

Aku:”Owhhhh....”

Bapak penjual kopi:”Ya alhmdulilah mas sekitar dua tahun saya kerjajadi OB di kantor pajak saya diangkat jadi PNS. Dari situ mas saya bisa menyekolahkan kedua anak saya sampai lulus kuliah”

Aku:”Subhanalloh.........sekarang anaknya masih kuliah atau sudah lulus”

Bapak penjual kopi:”Alhamdulilah....anak yang pertama sudah kerja di TRANS TV dan yang kedua di Bank Danamon mas.Yah sekarang saya sudah pensiun jadi ya buat ngisi hari-harinya saya berjualan kopi sama ibu” (kebetulan sang istri dari bapak itu lagi pergi ke salah satu rumah anaknya)

Aku:”Hmmmmm....mang anaknya ngga marah kalo bapak berjualan di warung kopi kayak gini”

Bapak penjual kopi:”Ya awal-awal sih ngga boleh. Tapi setelah saya bilang ya asaya orang biasa kalo anak-anak saya kan sudah jadi orang yang berhasil. Saya tetap akan jadi seperti saya yang dulu yang sederhana. Saya senang melihat anak-anak saya sukses tapi saya juga senang dengan kesederhanaan saya”

Aku:”Subhanallohhh.....”

Dari secangkir kopi di pinggir jalan. Di sudut warung kopi aku mengerti akan pentingnya kerja keras dan kesederhanaan hidup. Kerja keras dalam hal apapun menjadikan semangat dalam menikmati kerja. Kerja keras akan membuahkan hasil yang nikmat senikmat kopi panas di tengah kedinginan karena air hujan. Dibalik kesederhanaan si bapak tua dan secangkir kopi buatannya ada nilai-nilai yang amat sangat bermanfaat bagi perjalanan hidup tentang kesederhanaan dan kerja keras.

Oleh: Samsul Maarif


Temukan tulisan terkait:

"Mengawali Cita-cita dari Kumandang Azan"

"MERATAP


1 comment:

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru