Ozan, usman dan Arif
tiga orang anak yang bersal dari sebuah desa di Jawa Tengah. Mereka bertiga
adalah seorang yang sedang menuntut ilmu di sebuah pesantren salaf AL-I’anah. Arif
dan usman mereka berdua memiliki umur yang sama. Arif bersekolah di sebuah SMP
Negri sedangakan Usman bersekolah di MTs di dekat pesantren.
Si bungsu Ozan merupakan paling muda diantara ketiganya dan merupakan adek kelas di SMP N tempat Arif bersekolah. Ketiganya adalah santri dari sebuah pondok pesantren di desa kami. Jadi, siang kami sekolah di sekolah masing-masing, setelah pulang sekolah merekapun mengaji di pesantren hingga malam.
Si bungsu Ozan merupakan paling muda diantara ketiganya dan merupakan adek kelas di SMP N tempat Arif bersekolah. Ketiganya adalah santri dari sebuah pondok pesantren di desa kami. Jadi, siang kami sekolah di sekolah masing-masing, setelah pulang sekolah merekapun mengaji di pesantren hingga malam.
Mereka bertiga memiliki
cita-cita yang berbeda, tapi ada kesamaan dari ketiganya yaitu ingin merantau
dan bersekolah hingga menjadi sarjana. Mereka berjanji apapun kondisinya
Sarjana harus jadi akhir tujuan mereka bertiga. Memeng ketiganya merupakan anak
dari keluarga yang biasa-biasa saja. Arif yang merupakan anak dari seorang
buruh bangunan di Jakarta. Sedangkan Usman adalah anak dari pedagang pete, Ozan
sendiri anak tunggal dari seorang petani.
Dari ketiganya Usmanlah
yang paling punya ide dalam setiap langkah dan tindakan kita bertiga. Usmanlah
yang menyuruh kita bertiga untuk berlomba azan di mesjid pada setiap sholat
subuh. Jika yang dapat azan ketika subuh berarti sudah melakukan hal yang
paling bermanfaat membangunkan orang tidur untuk sholat berjamaah. Itulah yang
membuat kami berdua salut pada pemikiran-pemikirannya, seorang anak yang sudah
memiliki pemikiran untuk kemaslahatan umat. Kamipun berlomba untuk itu, setiap
jam 4 pagi kami bertiga sudah ada di masjid dan setiap hari kamipun bergantian
untuk melakukan azan.
Waktu subuhpun sudah
masuk, kami bertiga bergegas menuju mimbar untuk menyalakan mesin ampli. Hari
itu giliran ozan yang melakukan azan. Sebelum
ozan melakukan azan usman mendekat pada ozan dan berkata “hari ini kamu akan
melakukan hal besar dalam hidup kamu, meskipun hanya azan tapi dengan suara
lantangmu berapa orang yang kamu selamatkan dari api neraka karena meninggalkan
sholat subuh”. Kami beduapun menganggukkkan kepala dan ozanpun memulai azannya.
Suara azan yang lantang meskipun tak bernada, menggetarkan hati kami ternyata
hal kecil tapi bermakna besar bagi kehidupan orang. Kamipun melanjutkannya
untuk sholat berjamaah.
Sholat berjamaah
selesai kami bertiga bergegas menuju “mbilik” (sebutan pesantren AL-I’anah di desa
kami) untuk mengaji kitab kuning. Waktu itu pokok bahasan yang sedang di bahas
tentang bab tentang keutamaan ilmu. Pak
kiyai Rofi’I yasin menerangkan makna dari sebuah ilmu pengetahuan. Beliau
berkata “Ilmu agama sangat penting bagi kehidupan karena dengan ilmu agama kita
bisa tau baik buruknya kehidupan sehingga kita bisa menjalankan hidup di dunia
ini dengan selamat sampai kita di akhirat kelak, tapi ilmu umum juga sangat
penting karena dengan ilmu umum kamu semua bisa menggapai cita-cita yang
diinginkanmu”. Ditengah-tengah pakkyai menerangkan bab tentang keutamaan ilmu,
kami bertiga yang duduk berjajar dilantai dengan padung (meja kecil untuk
meletakkan kitab):
Usman: “Tuh rif ilmu kita nyantri bukan untuk
jadi ustad, tapi untuk menggai cita-cita” sambil ketawa.
Arif: “iya us….banyak
orang nyantri tujuannya biar dikagumi di kampungnya masing-masing karena
kehormatan menjadi ustadz”
Usman: “kalo aku sih
mau jadi orang kantoran yang ngerti agama” sambil ketawa.
Arif: “heheh…orang
kantoran jadi OB?”
Usman:”ya engga dong
seorang manager rif”
Arif:”Aminnnn……”
Usman: “Kalo kamu
pengen jadi apa rif?”
Arif: “Jadi ABRI yang
ngerti agama” sambil ketawa.
Ozan: “Eh aku ngga di tanya
nie…..aku pengen kerja di bank”
Usman:”Mulai sekarang
kita ungkapkan cita-cita kita dengan ketawa…kelak kita juga akan ketawa meraih
cita-cita kita”
Setelah selesi kita mengaji
seperti biasa kami bersalaman dengan pak kyai. Kami bertiga bergegas keluar
bilik sebelum pulang ke rumah kita masing-masing. Waktu itu usman mengajak ke
masjid terlebih dahulu. Di masjid kami bertiga berjanji setelah lulus SMP harus
melanjutkan ke SMA dan kemudian kuliah untuk jadi Sarjana apapun yang terjadi.
Cita-cita yang kami ungkapan dengan tertwa (tertawa karena hanya khayalan saja)
tapi kita bertiga janji kelak akan merainya sehingga kita bertiga bisa tertawa.
Oleh: Samsul Maarif
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!