Mengkaji ilmu agama itu
yang diinginkan ibuku. Sampai-sampai ibuku berkeinginan punya anak yang bisa
menjadi guru agama kelak. Sehingga, ibuku ingin aku menggali ilmu di pesantren
Al-I’anah dan menitipkan ke kyai Rofi’i Yasin untuk mengaji. Di pesantren
itulah aku ketemu dengan dua orang sahabatku Usman dan Ozan.
Kami bertiga berada di tingkat pertama di madrasah Al-I’anah. Kami masuk pesantren itu mulai dari semenjak kita kelas lima SD, sedangkan Ozan yang kala itu masih duduk di kelas empat SD.
Kami bertiga berada di tingkat pertama di madrasah Al-I’anah. Kami masuk pesantren itu mulai dari semenjak kita kelas lima SD, sedangkan Ozan yang kala itu masih duduk di kelas empat SD.
Pesantren Al-I’anah
adalah sebuah pesantren salaf kecil di
desa kami. Semua santrinya adalah anak-anak desa kami. Ada beberapa santri yang
merupakan pendatang hanya 2 orang saja. Pentren itu dipimpin oleh pak kyai
Rofi’I yasin. Beliau adalah tokoh agama yang sangat dihormati di desa kami.
Karena perjuangan beliaulah agama islam maju pesat di desa kami. Karena perjuangan
beliaulah berdiri masjid besar di desa kami yang dulunya adalah sebuah surau
kecil hibah dari salah satu penduduk desa kami. Sebelum pak kyai membangun
pesantren, pak kyai merupakan guru ngaji di surau kecil itu. Seiring dengan
banyaknya santri yang ingin mengaji pada beliau pak kyai dengan bantuan
masyarakat sekitar membangun pesantren di dekat rumahnya.
Bilik adalah sebuatan
untuk orang-orang desa pada pesantren.
Mereka menyebutnya biliki karena pesantren itu kecil layaknya sebuah bilik yang
terbuat dari bangunan semi permanen.
Memang bilik ada dua lantai . Lantai dua dibangun bukan dari beton tapi
dari lempeng-lempeng kayu yang disusun sejajar. Dan itu membuat suara berisik
bagi santri yang kelasnya terletak di lantai bawah apabila terdengar suara
orang berjalan di lantai atas. Bilik letaknya bersebelahan dengan rumah pak
kyai. rumah pak kyaipun tidak beda dengan bilik yang hanya bangunan kecil semi
permanen. Ada dua ruang kelas di lantai dasar, sedangkan di lantai atas satu
kelas dan dua kamar tidur. Bilik kami hanya memiliki tiga buah ruang kelas dan
satu kamar untuk para ustad dan satu kamar untuk santri yang menetap di
pesantren. Jadi kami sakling bergantian dalam belajar sesuai dengan jenjang
kelas masing-masing. Meskipun kondisinya sepertti itu, harus bergantian kelas
satu sama lain tidak menyurutkan semangat kita para santri untuk menuntut ilmu.
Di dalam pesantren kami
diajarkan fiqih dan tauhid yang merupakan mata peajaran fondasi yang diterapkan
pesantren Al-I’anah. Ini adalah mata pelajaran pertama yang kami terima
disamping menulis huruf arab. Belajar fiqih dimulai tentang bagaimana
menjalankan sholat yang benar dengan rukun dan syaratnya. Melakukan thoharoh
(bagaimana cara bersuci) sebelum menjalankan sholat juga menjadi bagian yang
kami dapatkan diawal-awal kami mengaji. Setiap kali kami mengaji kami
disuguhkan pada bacaan-bacaan niat wudlu dan bacan-bacaan sholat. Kami disuruh
menghafalnya dan disetiap mulai pelajaran kami disuruh maju satu persatu untuk
menghafal bacaan-bacaan tersebut. Jika tidak hafal, kamipun disuruh berdiri
didepan kelas oleh pak kyai. Dan setelah semuanya maju, santri yang tidak hafal
disuruh menghafal di luar hingga dapat menghafal kembali kekelas. Itu yang
menjadi kegiatan rutin setiap mulai pelajaran.
Selain fiqih kami juga
belajar tauhid. Kami mempelajari apa makna iman, islam dan iksan. Mempelajri
sifat-sifat Alloh, rosul, malaikat dengan sebuah nadlom aqidatul awam (syair
tentang akidah bagi orang-orang awam). Sama seperti pelajaran-pelajaran yang
lain semua santri wajib menghafalnya. Memang metode menghafal ini menjadi
metode utama dalam pembelajaran yang diterapkan oleh pak kyai. Kami semua para
santri merasa takut bila tidak dapat menghafal karena pak kyai dengan sangat
tegas menyuruh kita berdiri didepan kelas dengan nada yang rendah tapi membuat
kami semua takut. Disitulah kewibawaan pak kyai, meski sedikit pak kyai
berkata, tapi membuat para santri merinding karena ketakutan.
Suatu hari kami bertiga
datang lebih awal di kelas daripada teman-teman yang lain. Usmanlah yang
menyuruh kita bertiga lebih awal datang ke kelas. Menyapu ruang kelas,
membersihkan papan tulis dan mengatur padung-padung tempat kitab kami lakukan
setiap hari sebelum pelajaran dimulai. Padahal sudah ada jadwal piket yang
sudah disepakati oleh para santri di kelas kami. Tapi, usman malah menyuruh
kita berdua untuk melakukan kegiatan rutin ini meskipun bukan jadwal piketnya.
Pikiran apalagi yang ada dibenak si usman ini. Yah memang usman yang misterius
ini terkadang membuat kami berdua agak sedikit kesal tapi pada akhirnya membuat
kita berdua tersenyum. Akupun mempertanyakan padanya.
Arif:”Us..saya mau
tanya nie?”
Usman:”Rep tekoq opo
(mau tanya apa)?”
Arif:”Us kenapa kamu
menyuruh kita berdua datang lebih awal terus membersihkan ruang kelas, menata
padung, mengumpulkan sampah dan membuangnya di tempat sampah. Padahal kan bukan
jadwal piket kita. Trus yang piket hari ini apa tugasnya?”
Ozan:”Iya us malahan
tar ngajarin males ma temen-temen yang piket hari ini us”
Usman:”Kebersihan
sebagian dari iman tho..?”
Arif:”Ya iyoooo….kami
tau kalo kebersihan itu sebagian dari iman, tapi nie kan bukan tugas kita piket
us?”
Usman:”Trus kalo bukan
tugas kita piket… kamu mau menghilangkan sebagian dari imanmu?”
Ozan:”Awakmu iki
ngomong opo tho….cuman masalah piket aja sampe-sampe ngilangin sebagian
imen…ono-ono wae?”
Usman:”Semua yang ada
disekitar kita itu adalah lumbung amal….sipa yang bisa berbuat pada lingkungan
sekitar dengan aturan-aturan ataupun ajaran rosululloh maka makin banyak
tabungan amal untuk bekal di kehidupan
kita kelak di akhirat. Tidak ada aturan apapun yang melarang kita untuk berbuat
apa yang dikatakan rosululloh termasuk jadwal piket iya tho?”
Arif:”Hmmmmmmm…..”
Usman:”Kalin semua
tau….jika kelas kita bersih, padung-padung sdah tertata rapih enak kan kita
belajar?”
Ozan:”iya us…..”
Usman:”Orang mencari
ilmu itu kan lagi melakukan ibadah…. tujuan orang mencari ilmu kalian tau kan?”
Ozan:”Mencari ridlo
Alloh yaitu ilmu yang bermanfaat”
Usman:”Nah sekarang
bagaimana orang yang memberikan kenyamanan orang yang sedang menuntut ilmu?”
Arif:”Tentunya
akanmendapatkan barokah dari setiap santri yang ada dikelas…betul ngga?”
Usman:”Iya benar
sekali…menuntut ilmu sebuah kewajiban tapi agar ilmu kita dapat bermanfaat
tentunya kita perlu perbuatan lain untuk mendapatkan barokah dari ilmu ataupun
orang yang sedang menuntut ilmu”
Semnenjak itu kami
bertiga selalu datang ke kelas lebih awal untuk memberishkan dan menata kelas
supaya belajar menjadi lebih nyaman. Lagi-lagi sahabatku usman hari ini
menyadarkanku tentang arti dari sebuah penerapan ilmu. Mencari ilmu bukan hanya
dengan mengkaji kitab dan mendengarkan ceramah dari pak kyai. Akan tetapi,
bagaimana mengaplikasikan isedikit demi seikit ilmu yang kita miliki amat
sangat berat. Mungkin perkataan usman benar mulailah dari hal-hal yang keci,
kita akan terbiasa menjalani penerapan ilmu yang kita miliki karena di
lingkungan kita adalah lumbung ibadah.
Lain dengan usaman
sahabatku lain juga dengan pak kyai. Pak kyai disamping mengajarkan kita ilmu
agama juga mengajarkan kita tentang bagaimana bercocok tanam. Kata pak kyai “Disamping
kita belajar bagaimana mengolah tanah, menanam bibit padi hingga menjadi beras, kita dapat juga belajar
tentang makna khakikat alam. Tanah seperti otak dan hati manusia yang musti
dipelihara, diolah dan diberi suplemen pupuk. Jika tanah dipelihara dengan baik
aka nada benih-benih tanaman yang bersemi menjadi tanaman-tanaman.
Tanaman-tanamanpun akan tumbuh dan berkembang mengeluarkan buahnya dan itu
dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Otak manusia amatlah canggih,
kecanggihannya bahkan melebihi kompeter. Kecanggihan otak tidak akan dipaki
sesuai fungsinya apabila tidak dirawat dengan memberikan perawatan berupa
belajar. Semakin kuat kita belajar semakin kuat pula otak kita untuk menaklukan
berbagai macam masalah yang kita hadapi. Otak akan lebih ringan menghadapi
masalah kehidupan jika diimbangi dengan ketegaran hati. Hati yang tegar dimulai
dengan menegakkan sholat kita dipagi, siang bahkan malam hari. Tegarnya sholat
kita adalah symbol dari ketegaran hati kita. Hati yang tegar membawa kita pada
jiwa yang tentram. Nafsu, amarah, sirik, dengki, ria adalh penyakit hati yang
harus dilawan dengan ketegaran hati. Maka dirikanlah sholat setegak-tegaknya
hingga hati inipun tegar setegar-tegarnya”. Itu yang saya ingat pesan dari pak
kyai sambil kita berjalan kaki menuju sawah tempat menanam padi yang berjarak
kurang lebih 6 KM dari pesantrean.
Setiap sore sehabis
mengaji kami para santri di suruh pak kyai untuk merawat tanaman padinya di
sawah. Aku, usman dan ozanpun tidak melewatkan hal itu. Apalagi sebagai
pembelajaran bahwa di daerah kita memang banyak peani yang sukses, sehingga
kita bertiga haruus mempelajarinya secara mendalam. Disawah itulah kami
tumpahkan kepercayaan kami atas perkataan pak kyai. Kami ingin seperti tanah
yang subur yang apabila ditanami tumbuhan apapun akan tumbuh dan berbuah.
Hingga, buahnya terasa manis bagi oang yang memanfaatkannya. Seperti tanah itulah
kami menuntut ilmu mengolah fikiran kami, mengilah hati kami hingga semuanya
itu siap ditanami apapun dan tumbuh benih ketegaran hati hingga kamipun memetik
manisnya ilmu.
"Suka duka Berlibur di Ibu Kota"
"Kyai VS Mahasiswa"
"Ketika Seorang Santri Belajar Matematika"
"MERATAP"
"Kyai VS Mahasiswa"
"Ketika Seorang Santri Belajar Matematika"
"MERATAP"
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!