Sunday, March 3, 2013

Matematika Sebagai Salah Satu Faktor Pembangun Karakter Bangsa


Matematika Sebagai Salah Satu Faktor Pembangun Karakter Bangsa
Oleh: Samsul Maarif

Matematika sebagai ilmu yang ada di muka bumi ini tentunya lahir dari sebuah peradaban budaya dari hasil pemikiran manusia. Sehingga, antara matematika dengan budaya sangat erat kaitannya. Sebagai contoh ada istilah “PIPOLONDO” pada kebudayaan jawa yang merupakan dasar dari aritmatika. PIPOLONDO sendiri merupakan sebuah akronim dari bahasa jawa yang memiliki kepanjangan  ping, poro lan sudo yang artinya kali, tambah dan kurang. 

Sangat terlihat bahwa para pengajar zaman dahulu di tanah jawa sangat memperhatrikan pembelajaran matematika dengan menggunakan bahasa jawa sehingga mudah dimengerti oleh siswa yang sedang belajar. Selain itu, alat peraga yang digunakan dalam pembelajaranpun disesuaikan dengan apa yang ada di daerah masing-masing. Sebagai contoh dalam operaswi penjumlahan dan perkalian dengan menggunakan sada (dalam bahasa indonesia artinya “lidi”) yang terbuat dari ranting pohon kelapa. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah dari dahulu kala para guru mewnggunakan kearifan lokal dalam pembelajaran matematika.

Disisi lain, bahwa budaya merupakan tonggak dasar dari terciptanya sebuah karakter atau identitas dari suatu bangsa. Oleh sebab itu, membelajarkan matematika dengan menumbuhkan karakter menjadi solusi yang fundamental pada setiap pembelajaran matematika. Aapa yang menjadikan peluang seorang guru matematika dan matematika sendiri sebagai salah satu pelahjaran di sekolah untuk mengembangkan karakter sebuah bangsa?

1.      Membangun Kemampuan Sosisal Siswa
Terlepas dari pengaruh tugas kelompok dalam setiap pembelajaran matematika sebagai salah satu metode dalam pembelajaran pemecahan masalah dapat diterapkan untuk membangun sosialisasi antar siswa. Tugas-tugas seperti latihan investigasi dapat mengembangkan ranah sosialitas antar siswa. Sifat dari matematika sendiri adalah menggunakan ranah logika untuk mememcahkan masalah-masalah matematika yang harus diselesaikan. Dengan adanya pemecahn masalah matematis maka siswa menggunakan logika berpikirnya untuk menginvestigasi dan menganalisis dengan mengkombinasi pemikirannya dengan teman-temanny sehingga interaksi sosial anatar siswa dapat dikembangkan. 

Masalah yang disajikan oleh guru hendaknya masalah-masalah yang nounroutine sehingga siswa merasa tertantang untuk berdiskusi satu sama lain sehingga dapat menyelesaiknnya. Adanya diskusi antar siswa hendaknya dapat menimbulkan sebuah solusi yang beragam sehingga dapat memunculkan sebuah berdebatan antar siswa. Peran guru adalah membimbing dengan memberikan kontribusi sosial mereka hingga dapat diperoleh sebuah kesimpulan yang seragam.
Tugas kelompok jelas membantu keterampilan sosial. Kemampuan untuk bekerja sama dalam tugas-tugas dengan orang lain dapat membangun keterampilan sosial. (Dunne & Bennett, 1990) tugas kelompok tidak unik untuk Matematika, bisa dalam berbagai subjek, elemen khusus matematika adalah  keterampilan komunikasi yang kuat. Komunikasi matematis berarti siswa dapat mengutarakan idenya dalam bahasa dan ide matematis. Saling berkomunikasi antar siswa untuk menuangkan ide-idenya akan menumbuhkan rasa saling mengenal dan berteman secara baik dalam menyelesaikan setiap masalah dalam pembelajaran.

2.      Pembangun Pemikiran Filosofis Siswa
Sebuah pemikiran dalam pembelajaran matematika sangat diperlukan. Ruang pembangunan pemikiran filosofis sangat terbuka dalam pembelajaran matematika. Guru mengajak siswa untuk berpikir secara mendalam memecahkan berbagai masalah di lingkungannya tentunya dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada pada matematika. Hal itulah yang diungkapkan Howson, 1986) bahwa matematika harus menjadi subyek yang "mengajarkan Anda untuk berpikir" dan memungkinkan anda "untuk menampilkan ketajaman pikiran" .
Memaknai setiap simbol dan aturan-aturan dalam matematika dijadikan dasar dalam pemikiran filosofis. Bagaimana unsur-unsur matematika diketahui dan dijadikan dasar bagi pembenaran merupakan pangkal dari filosofis matematis.

Banyak kita temui bahwa seseorang yang mempelajari matematika hanya untuk menyelesaikan suatu soal ataupun permasalahan matematika. Bahkan bukan tidak mungkin orang menganggap seseorang jago matematika adalah orang yang mampu menyelesaikan beribu soal-soal matematika. Bukan itu yang terpenting, akan tetapi pola pikir yang digunakan bagi para pembelajar matematika yang paling utama. Dari kejadian empiris suatu aturan bahkan konteks nilai yang ada pada materi matematika menjadi titik beratnya. Hal seperti inilah yang kurang diperhatikan pada setiap pembelajaran matematika. Padahal, jika ditelusuri lebih mendalam matematika memiliki bany7ak nilai filosofis yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Sehingga, diharapkan dengan mempelajari matematika seseorang dapat mengembangkan pemikiran filosofisnya dalam memaknai tiap-tiap unsur yang terkandung pada matematika.

3.      Pembangun Moral Siswa
Pada masa-masa sekarang ini terjadi degredasi moral yang luar biasa. Hal tersebut dapat kita cermati dari merambahnya berita-berita di media masa nasional yang nbanyak menyoroti hal-hal buruk dari kalangan anak-anak hinggga pejabat pemerintahan. Pemerintah meyakini ada penurunan moral generasi muda negeri ini. Hal ini tidak bisa menyalahkan orang tua karena mereka adalah pemilih potensial mereka, nilai-nila keagamaan sepertinyapengaruh besar, sehingga mereka menargetkan guru untuk menanamkan nilai pada setiap pembelajaran. Sengaja, atau sebaliknya, guru adalah model peran bagi siswa.

Sikap guru dalam sebagai contoh ataupun suri tauladan didepan kelas harus diperhatikan. Bagaimana sikap-sikap positif harus tercermin oleh guru matematika. Guru matematika yang selam ini masih banyak yang mengannggap guru yang galak tau apapun namanya tentunya harus sedikit demi sedikit dikuragi. Shingga, persepsi siswa dalam melihat guru matematika sebaliknya yaitu guru yang sangat menyenangkan dari sisi akhlak dan pengajaran. Karena ruh dari seorang guru adalah kesabaran dan keteladanan, sedangkan zahirnya adalah kompetensi pengajaran. Betapapun baiknya  kompetensi pengajaran yang dimilki oleh seorang guru akan menjadi seonggok daging tanpa daya jika kesabaran dan keteladanan tidak dimilikinya.


Tiga hal tersebut diatas mungkin dapat menjadi acuan guru matematika dalam upaya ikut serta dalam pembangunan karakter bangsa dari segi pembelajaran matematika. Tentunya ada banyak hal nilai dan budaya yang kita miliki dapat dieksplotrasi lebih menadalam sehingga dapat digunakan dalam pembelajran matematika. Sehingga tujuan pengajaran “memanusiakan manusia” dapat dicapai dengan baik.

Gambar diambil dari: http://reikaazil.blogspot.com/2012/05/character-building-for-indonesia.html


Daftar Pustaka
Howson, A, 1981, "Curriculum Development in Mathematics", C.U.P., Cambridge

No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru