Seorang
guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk mengantarkan mereka
(anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara intelektualdan sosial
bukan sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yang paling mudah didapatkan.
Maka ia akan bisa mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan, kemuliaan, dan
keislamanyang besar dalam dada setiap muridnya, bahkan sesudah ia meninggal.
Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut. Hal itulah yang menjadikan saya berpandangan bahwa seorang guru sangatlah mulia, maka saya bercita-cita menjadi seorang guru karena selain saya bisa bermanfaat bagi orang lain, tapi juga bisa menjadi bekal di alam akhirat nanti yaitu ilmu yang bermanfaat.
Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut. Hal itulah yang menjadikan saya berpandangan bahwa seorang guru sangatlah mulia, maka saya bercita-cita menjadi seorang guru karena selain saya bisa bermanfaat bagi orang lain, tapi juga bisa menjadi bekal di alam akhirat nanti yaitu ilmu yang bermanfaat.
Setelah
tamat SMK saya memilih jurusan pendidikan matemtika di Fakultas Ilmu keguruan
dan Ilmu Pendidikn Uiversitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka (UHAMKA). Saya
memilih jurusan ini karena dalam diri saya
setidaknya sudah tertanam kesenangan pada mata pelajaran matematika. Hingga
saya lulus saya langsung di perbantukan menjadi tenaga pengajar di kampus saya
UHAMKA. Setidaknya cita-cita saya untuk menjadi guru tidaklah meleset karena
dosen juga merupakan pendidik bagi mahasiswa-mahasiswanya yang tak lain dan tak
bukan sama seperti seorang siswa.
Terbesit
sebuah tujuan dalam saya mengajar matematika yaitu saya ingin menjadikan seorag
mahasiswa yang memiliki skill terhadap konsep-konsep matematika hingga dia keak
nanti ketika menjadi seorang guru dia juga bisa menerapkan konsep-konsep yang
saya berikan dalam perkuliahan terhadap siswa-siswanya. Tapi, hal tersebut
tidak sempurn apabila tidak diimbangi dengan ilmu agama maka dalam mengajar
saya selalu menyelipkan filosofi dari konsep-konsp matematika seuai dengan
nilai-nilai agama ilam. Ini dimaksudkan bahwa, belajar matematika tidak hanya
belajar entang bilangan-bilangan atau angka-angka. Akan tetapi, makna apa yang
tersirat dalam angaka-angka atau aksioma-aksioma dalam matematika. Dengan
demikian mahasiswa selain belajar tentang kosp-konsep matematika, mereka juga
bisa mmahami tntang nilai-nilai agama yang dapat dipetik dari matematika.
Matematika
sebagai “Queen of Science” atau ratunya ilmu patutlah harus dimiliki
oleh setiap manusia. Karena, matematika selain dibutuhkan sebagai salah satu
alat yang diterapkan pada disiplin ilmu, matematika juga mengajarkan pada
setiap manusia bagaimana cara berlogika dengan menggunakan nalar yang
dimilikinya. Logika berpikir inilah yang sangat penting dalam diri manusia,
karena jika mahasiswa dapat menggunakan logika berpikirnya dengan benar maka
semua tidakan selalu didasarkan pada akal sehat. Dengan sendirinya, moral
setiap mahasiswa dapat dibangun memalui
logika dengan asal sehat. Pada dasarnya setiap perkuliahn yang saya ajar
saya menekankan pada bagaimana pentingnya moral bagi mahasiswa yang notabenenya
sebagai calon guru. Guru adalah garda terdepan untuk membentuk moral bangsa
yang baik sehingga diharapkan setelah terjun dalam masyarakat mahasiswa bisa
mejadi guru yang benar-benar di gugu dan di tiru bagi semua anak bangsa.
Berbicara pendidik
sebagai ujung tombak moral bangsa saya berpandangan harus dibangun dulu guru
yang berkarakter guru teladan. Manusia
tidak ada yang sempurna, pernah berbuat salah, khilaf ataupun dosa. Begitu juga
dengan seorang guru, ia juga manusia biasa seperti yang lainnya. Namun, ketika
guru melakukan sebuah kesalahan atau kekhilafan maka respon masyarakat akan
lebih besar bila dibandingkan dengan yang lain. Mungkin akan terucap: “Guru
saja sudah berbuat seperti itu, apalagi yang lain”. Hal ini terjadi, karena
pada dasarnya guru itu adalah teladan bagi murid-muridnya dan juga yang lain
untuk mewujudkan hal-hal yang baik. Dengan demikian, bagi para guru harus
senantiasa hati-hati agar senantiasa terpelihara dari perbuatan yang tidak
baik. Oleh karena itu saya sering berpesan pada mahasiwa “Anda adalah calon
guru, berbuatlah seperti cerminan seorang guru mulailah dari sekarang”. Sesuatu
yang besar, diawali dari hal-hal kecil. Dalam pemelajaran saya mulai mewajibkan
mahasiswanya untuk berbusana selayaknya seorang guru. Hal itu bertujuan dengan
berbusana selayaknya seorang guru diharapkan semua tidakan dan tingkah laku
mahasiswa juga di sesuakan dengan pakaian yang mereka kenakan. Sehingga, aura
seorang guru sudah tertanam sejak mereka menjadi mahasiswa.
Peran guru dalam
implementasi/pelaksanaan pendidikan budi pekerti tidak mudah. Guru dituntut
menjadi figur: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani. Ungkapan ini, menurut Ki Hajar dewantara diartikan sebagi sikap
pimpinan (guru) harus mampu memberi teladan kepada murid-muridnya, seperti
bertindak jujur dan adil. Guru juga harus mampu memberi motivasi kepada murid
untuk belajar keras. Guru juga perlu untuk memberikan kepercayaan kepada
muridnya untuk mempelajari sesuatu sesuai minat dan kemampuannya. Guru tinggal
merestui dan mengarahkan saja. Pendek kata, guru hendaknya menjadi garda
(garis depan), memberi contoh, menjadi motivator, dalam penanaman budi pekerti.
Sering ada pepatah yang menyinggung pribadi guru, yaitu sebagai figur yang
harus digugu (dianut) dan ditiru. Inilah figur ideal yang didambakan
setiap bangsa. Figur inilah yang menghendaki seorang guru perlu menjadi suri
teladan dalam aplikasi pendidikan budi pekerti. Jika guru sekedar bisa ceramah
atau omong kosong saja, kemungkinan besar anak akan kehilangan teladan.
Oleh karena itu diperlukan
strategi pembelajaran yang biasa engkolaborasikan antara konsep materi
matematika dengan di selipi nilai-nilai apa yang bisa kita ambil. Sebagai
contoh dalam pembelajaran perkalian yang sangat dasar kenapa: (+) . (+) = +,
(+) . (-) = -, (-) . (+ ) = - dan (-) . (-) = + . Saya menerangkan
kepada mahasiswa apa sih nilai yg terkandung dalam konsep ini?. Saya memulainya
dengan menggunakan analogi (+) . (+) = + artinya “jika terdapa suatu kebenaran,
kita katakan benar maka kita adalah orang yang benar”, (+) . (-) = - artinya “
jika ada sesutu yang salah kita katakan benar maka kita adalah orang yang
slah”. Hingga saya menyimpulkan makana dari konsep ini adalah mengajarkan kita
bahwa kita sebagai seorang manusia haruslah jujur, yang hak harus kita katakan
hak dan yang batil harus kita katakan batil. Itu adalah contoh bagaimana kita
selain belajar tentang konsep-konsep dalam matematika juga mengajarkan
nilai-nilai moral sebagai manusia. Sehingga diharapkan pikiran pandai moral
juga bernilai.
Jadi pada intinya belajar itu
harus seimbang antara pelajaran matematika dengan nilai-nilai moral atau agama.
Hal itu sangat penting untuk membangun karakter bangsa ini. Bangsa ini akan
maju jika manusianya memiliki pengetahuan dan bermoral. Yang saya amati saat
ini kita sedang dilanda krisis moral. Ini bisa dilihat dari problematika
pelajar yang makin awut-awutan. Sebenarnya bila kita mau lebih peduli dengan
masalah ini, kita semua bisa menyelasaikannya bersama-sama. Kita bisa memulai
dengan langkah yang paling sederhana dulu. Islam sudah mengajarkan kepada kita
bahwa pendidikan yang terbaik adalah pendidikan duniawi dan spiritual yang
dijalankan secara seimbang dan harmonis. Melalui pendidikan duniawi, kita bisa
mengetahui berbagai rahasia alam yang Tuhan sudah berikan pada kita semua
sekaligus memanfaatkan semua rahasia itu untuk menciptakan kehidupan manusia
yang lebih baik. Melalui pendidikan spriritual, kita diajarkan untuk mensyukuri
semua nikmat yang kita terima dan bagaimana cara memperlakukan dengan baik
hal-hal yang ada di sekitar kita, baik itu alam semesta maupun makhluk hidup
yang ada di sekitarnya. Memang bila dilihat secara sekilas, hal ini tidak akan
menyelesaikan masalah secara langsung, tapi hal inilah solusi terbaik yang bisa
dilakukan saat ini.
Saya dan kita semua patut
menyingsingkan baju kita untuk memperbaiki wajah pendidikan kita yang semakin
muram saja. Kita jadikan wajah pendidikan sebagai senyum yang menghiasi bangsa
kita, kita jadikan wajah pendidikan kita sebagai penyejuk kondisi bangsa kita
yang sudah sarat dengan masalah. Dan itu semua adalah tugas kita, tanpa ada
pandang bulu agar anak-anak kita yang menjadi masa depan bangsa bisa
mendarmabaktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan bangsa ini kedepan. Semoga
itu hanya bukan cita-cita, tapi realita yang akan bisa kita lihat nanti.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!