Saturday, January 5, 2013

Elegi Pendidikan Negri Ini



Transformasi dunia karena revolusi tekhnologi dan komputer menjadi agenda utama dunia saat ini. Dunia tidak lagi dipandang sebagai benua-benua yang terpisah atau kumpulan negara-negara yang terpisah, melainkan dunia menjadi saraf global telekomunikasi dan komputer.
Kepesatan perkembangan tekhnologi telekomunikasi dan komputer telah mengantarkan masyarakat memasuki era global. Suatu negara akan mampu bersaing percaturan global apabila sumber daya manusianya bermutu dan mampu bersaing dari sumberdaya manusia negara lain.

Kemajuan era globalisasi menjadikan pendidikan yang bermutu sebagai syarat menapaki kemajuan global. Mutu suatu pendidikan akan menentukan terciptanya sumber daya manusia yang mampu bersaing di kancah bergolakan kemajuan tekhnologi saat ini. Bahkan, negara-negara maju memprioritaskan mutu pendidikan bagi warganya sebagai upaya persaingan era globalisasi.

Berkaca dari negara-negara maju menerapkan kebijakan pendidikan berorientasi pada terciptanya mutu sumberdaya manusia. Karena pendidikan itu hal yang utama dari kemajuan suatu negara, maka kebijakan pemerintah sangat pro pada rakyatnya. Dimana setiap warganya dapat merasakan pendidikan tanpa terkecuali ataupun pemerataan pendidikan. Pendidikanpun bukan hal yang mahal karena subsidi pendidikan sangat diprioritaskan oleh negara-negara maju. 

Bagaimana mutu pendidikan negri ini? apakah pendidikan sudah dirasakan merata bagi rakyatnya sesuai dengan amanah UUD ’45 bahwa “Setiap warga negara indonesia berhak atas pendidikan dan pengajaran”. Ironisnya meskipun pemerintah memposkan anggaran 20% dari APBN, tapi tidak semua orang dapat merasakan pendidikan yang layak. Bahkan, di Ibu Kota Negara Jakarta yang notabennya dekat dengan pemerintahan pusat, masih banyak anak-anak bangsa yang belum bisa mengecap pendidikan karena keterbatasan masalah ekonomi. Mereka memilih untuk tidak bersekolah karena terdesaknya kondisi ekonomi. Meskipun pemerintah sudah tidak memungut biaya untuk sekolah tingkat SD dan SMP, tapi faktanya masih banyak anak yang ada di lampu-lampu merah, kolong-kolonh jembatan layang untuk mengais rupiah dengan mengamen.  Mana tanggung jawab pemerintah dengan 20% APBNnya?

Sempat berbincang dengan salah satu anak jalan di Ibu kota. Kenapa mereka memilih tidak untuk tidak bersekolah padahal pemerintah menggratiskan biaya sekolah. Memang sekolah dibebaskan biaya akan tetapi, untuk biaya hidup sehari-hari mereka menggelenkan kepala alias tidak ada yang menjamin. Itulah alasan kenapa mereka lebih memilih mengamen daripada bersekolah. Dengan mengamen setidaknya mereka dapat menyambung hidup di hari itu hingga matahari terbit kembali untuk kemudian mereka mengais rupiah kembali.

Sebenarnya banyak program pemeruintah bagi anak-anak kurang mampu. Akan tetapi, program-program pendidikan untuk anak yang tidak mampu yang dicanangkan pemerintah tidak jarang tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan mengharumnya aroma KKN dari oknum pelaku pendidikan. Para oknum itu, menjadikan wilayah pendidikan sebagai lahan untuk mengali pundi-pundi rupiah. Mereka lupa bahwa hak anah memperoleh pendidikan itu diatas segala-galanya demi kemajuan generasi muda bangsa. Anehnya, aroma KKN yang dilakukan oleh oknum ini serasa membudaya di lingkaran sistem pendidikan di Negri ini. 

Bahkan, komersialisasi pendidikan juga menjadi penyakit terbaru dan endemik di negri ini. Komersialisasi pendidikan terlihat dari mahalnya biaya pendidikan. Adanya undang-undang BHMN yang berdalih subsisdi silang bagi anak-anak yang tidak mampu menambah kekhawatiran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi Negri. Untruk memasuki suatu perguruan tinggi dengan jalur-jalur khusus masyarakat harus mengeluarkan kocek yang sangat besar. Hal itu sudah menjadi rahasia umum, uang masuk perguruan tinggi negri tidak seperti yang kita semua bayangkan. Apa namanya ini kalo bukan komersialisasi dunia pendidikan. Dimana memandang materi sebagai faktor utama daripada pemerataan pendidikan bagi anak-anak bangsa.

Lain siswa yang tidak mampu mengecap pendidikan, gurupun yang seharusnya datang dari rasa tulus berubah menjadi mengajar karena tergodanya fulus. Banyak calon-calon guru yang sedang menuntut ilmu di Universitas dengan tujuan supaya menjadi PNS. Memaang untuk saat ini, kesejahteraan guru lagi disoroti pemerintah. Adanya kenaikan tingkat kesejahteraan guru deng sertifikasi gurunya banyak orang berbondong-bondong untuk bersekolah di Fakultas keguruan denga tujuan utama menjadi PNS. Bahkan, di suatu daerah ada oknum yang menawarkan jasa melancarakan seseorang menjadi PNS guru dengan imbalan-imbalan yang tidak sedikit.  Alkhasil, demi mendapatkan jabatan sebagai abdi negara berupa guru PNS ada yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Lagi-lagi komersialisasi dunia pendidikan menjangkit.

Terlepas dari banyak kekurangan di dunia pendidikan kita, banyak prestasi-prestasi anak bangsa yang mengharumkan negri ini. Akan tetapi, perjalanan masih amat sangat panjang untuk memeratakan pendidikan kita jika orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan tidak bekerja dengan hati yang tulus dengan tidak berpikir macam-macam kecuali kemajuan dan prestasi pendidikan anak bangasa.

Oleh: Samsul Maarif

Temukan tulisan terkait:





No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru