Sunday, April 24, 2016

Konsep Kekongruenan Dua Buah Segitiga



Konsep Kekongruenan Dua Buah Segitiga
Oleh: Samsul Maarif

Pada pembelajaran kali ini, kita akan membahas konsep kekongruenan dua buah segitiga. Dua buah segitiga dikatakan kongruen atau “sama dan sebangun” dapat diartikan sama ukuran unsur-unsur yang bersesuain dan memiliki bentuk bangun yang sama. Kita ketahui bersama bahwa pada sebuah segitiga terdapat dua unsur yang harus kita pahami yaitu unsur sisi dan sudut. Sehingga, dua buah segitiga dikatakan kongruen apabila sisi-sisi dan sudut-sudut yang bersesuain memiliki ukuran atau besar yang sama. Perhatikan gambar berikut ini.


Pada gambar di atas segitiga ABC kongruen dengan segitiga PQR sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa unsur-unsur yang bersesuain pada segitiga ABC akan sama dengan unsur-unsur pada segitiga PQR. Jika kita jabarkan satu persatu unsur yang bersesuain maka kita dapat menuliskanya bahwa besar sudut A = besar sudut P, besar sudut B = besar sudut Q dan sudut C = sudut R (unsur sudut yang bersesuain). Sedangkan untuk unsur sisi yang bersesuain kita dapat mengatakan sisi AB = PQ, sisi BC = QR dan sisi AC = PR. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuain dari dua buah segitiga tersebut?

Untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuain pada dua buah segitiga yang saling kongruen kita dapat memulainya dengan menentukan satu unsur sudut yang memiliki besar yang sama. Perhatikan segitiga ABC dan segitiga PQR, mulailah menentukan unsur sudut yang besarnya sama sebagai contoh: besar sudut A = besar sudut P, langkah selanjutnya maka dapat dikatakan bahwa sisi yang membentuk sudut A dan sudut P adalah saling bersesuain yaitu sisi AB bersesuain dengan PQ dan sisi AC bersesuain dengan sisi PR dan kita dapat mengatakan kerena dua buah segitiga itu saling kongruen maka sisi AB = PQ dan sisi AC = PR. Selanjutnya kita dapat menentukan unsur sudut yang lain yang saling bersesuain dengan mengidentifikasi karena sisi AB bersesuain dengan sisi PQ maka sudut yang terbentuk oleh kedua sisi tersebut juga saling bersesuain besar sudut B = besar sudut Q. Lakukan langkah tersebut untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuain yang lainya.

Untuk mengetahui dua buah segitiga saling kongruen idealnya kita harus memastikan bahwa unsur-unsur yang saling bersesuain pada dua buah segitiga adalah sama. Akan tetapi, dalam geometri, kita tidak harus menentukan satu persatu kesamaan dari tiap-tiap unsur yang bersesuain. Oleh karena itu terdapat syarat cukup untuk memastikan dua buah segitiga yang saling kongruen. Setidaknya ada tiga buah teorema yang menentukan syarat cukup dua buah segitiga yang saling kongruen, yaitu:

Teorema 1. “Dua buah segitiga saling kongruen jika satu sudut dan dua sisi yang membentuk sudut tersebut yang bersesuain sama” biasanya dengan menandai “(S.Sd.S)”.

Teorema 2. ““Dua buah segitiga saling kongruen jika satu sisi dan dua sudut yang dibentuk oleh sisi tersebut yang bersesuain sama” biasanya dengan menandai “(Sd.S.Sd)”.

Teorema 3. “Dua buah segitiga saling kongruen jika ketiga sisi yang bersesuain sama” biasanya dengan menandai “(S.S.S)”.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin membahas “Teorema 1” saja. Penulis ingin mengajak para pembaca untuk bersama-sama membuktikan teorema tersebut. Untuk teorema-teorema kekongruenan yang lain insya Alloh penulis akan membahasanya pada kesempatan yang lain. Perhatikan gambar berikut ini.


Bukti:

Diketahui besar sudut A = besar sudut P, sisi AB = sisi PQ dan sisi AC= PR, akan ditunjukan bahwa segitiga ABC kongruen dengan segitiga PQR. Menunjukkan segitiga ABC kongruen dengan segitiga PQR memiliki makna menunjukkan bahwa unsur-unsur lain yang bersesuain akan sama, sehingga dapat dikatakan akan ditunjukkan bahwa (i)  besar sudut B = besar sudut Q, (ii) sisi BC = sisi QR dan (iii) besar sudut C = besar sudut R.

(i) Akan ditunjukkan bahwa besar sudut B = besar sudut Q

Himpitkan sisi PQ pada segitiga PQR dengan sisi AB pada segitiga ABC dengan tidak saling menutupi sehingga titik P pada segitiga PQR menempati titik B pada segitiga ABC dan titik Q pada segitiga PQR menempati titik A pada segitiga ABC  seperti tampak pada gambar berikut.



Dari gambar di atas maka akan berakibat sudut RAB = sudut sudut Q, sudut ABR = sudut P = sudut A,  RB = AC, dan AR = BC = QR ........................................(1)
Perhatikan sisi AC dan BR dipotong oleh AB dimana besar sudut A = sudut ABR (pernyataan (1)) maka berlaku sudut dalam berseberangan yang artinya bahwa AC//BR.....(2)
Sehingga, akan berakibat besar sudut RAB = besar sudut Q = besar sudut B (sudut dalam berseberangan)......................(3). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa besar sudut B = besar sudut Q.

(ii) Akan ditunjukkan bahwa sisi BC = sisi QR

Perhatikan bahwa sisi AC dan sisi BC dipotong oleh AB, karena  besar sudut RAB = besar sudut Q = besar sudut B (pernyataan (3)) maka berlaku sudut dalam berseberangan sehingga berakibat sisi AR // BC.  Oleh karena AC // BR, sisi AC = BR dan AR// BR maka akan mengakibatkan sisi AR = BC = QR. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sisi BC = QR.

(iii) Akan ditunjukkan bahwa besar sudut C = besar sudut R

Perhatikan segitiga ABC dan segitiga PQR, menurut teorema jumlah besar sudut dalam segitiga maka dapat dikatakan bahwa
jumlah besar sudut dalam segitiga ABC = jumlah besar sudut dalam segitiga PQR
besar sudut A + besar sudut B + besar sudut C = besar sudut P + besar sudut Q + besar sudut R
Kerena besar sudut A  = besar sudut P dan besar sudut B = besar sudut Q maka akan berakibat besar sudut C = besar sudut R. Sehingga, terbukti bahwa besar sudut C = besar sudut R.
Dari pernyataan (i), (ii) dan (iii) dapat disimpulkan bahwa segitiga ABC kongruen dengan segitiga PQR.

Semoga bermanfaat.........


Gambar “Congruent Triangle” diambil dari https://www.pinterest.com/pin/297026537898214151/


Friday, April 22, 2016

Menyusun Bukti Geometri (Suatu Observasi Sederhana di Kelas Geometri)



Menyusun Bukti Geometri (Suatu Observasi Sederhana di Kelas Geometri)
Oleh: Samsul Maarif

Pada suatu perkuliahan geometri, penulis mengajukan suatu pernyataan sebagai berikut:

“Suatu segitiga ABC diketahui sudut A = sudut B, maka sisi AC=BC”

Penulis mengajukan pertanyaan tersebut untuk mengetahui sejauh mana sense mahasiswa terhadap geometri. Dari pertanyaan yang penulis ajukan ada beberapa respons mahasiswa terhadap pertanyaan tersebut, diantaranya:

1.      Terdapat mahasiswa menganggap bahwa pernyataan tersebut adalah suatu postulat dari segitiga sama kaki yang sudah jelas dan tidak perlu dibuktikan.
2.      Terdapat mahasiswa yang menganggap bahwa pertanyaan tersebut adalah sifat dari segitiga sama kaki tanpa menganggap bahwa itu suatu postulat atau teorema, dalam artian pengetahuan mahasiswa terhadap pernyataan tersebut adalah sifat dari segitiga sama kaki dimana jika dua buah sudut suatu segitiga sama maka akan berakibat kedua sisi pada masing-masing sudut akan memiliki panjang yang sama.
3.      Terdapat mahasiswa yang menganggap pernyataan tersebut adalah suatu teorema meskipun mahasiswa tersebut tidak memiliki ide untuk membuktikan.
4.      Terdapat mahasiswa yang menganggap pernyataan tersebut adalah suatu teorema dan mencoba untuk membuktikan, akan tetapi bukti tidak mengarah pada pembuktian pernyataan tersebut, mahasiswa tidak dapat melanjutkan bukti yang sudah dituliskan. Dalam hal ini mahasiwa sudah dapat mengkonstruksi konjektur meskipun gagasan untuk mengarah ke suatu bukti belum dapat dikonstruksi.
5.      Terdapat mahasiswa yang menganggap pernyataan tersebut suatu teorema dan mahasiwa sudah dapat menentukan konjektur dengan menarik suatu garis bagi pada tiap-tiap sisi yang dianggap sama. Mahasiswa juga sudah dapat menentukan bahwa konsep yang akan digunakan adalah konsep kekongruenan segitiga, akan tetapi mahasiswa tersebut tidak dapat menentukan sarat cukup dua buah segitiga saling kongruen. Penulis mempertanyakan pada mahasiswa tersebut “teknik pembuktian apa yang tadi anda lakukan?” mahasiswa menjawab “bukti langsung”. Dari jawaban mahasiswa penulis menganggap mahasiswa tersebut sudah memiliki modal pembuktian karena sudah dapat memetakan strategi pembuktian dan menentukan konjektur untuk menuju suatu bukti. Penulis melanjutkan untuk mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa tersebut “adakah strategi pembuktian lain yang dapat diterapkan untuk membuktikan pertanyaan tersebut?” mahasiswapun menjawab “mungkin ada, tapi saya tidak tau itu”. Jawaban mahasiswa penulis anggap suatu kemajuan dalam menyusun bukti geometri meskipun hanya sebagai klaim yang belum dikonstruksi dengan pengetahuan yang mahasiswa tersebut miliki.

Dari paparan di atas, penulis menganggap sebagai suatu penelitian sederhana tentang menyusun bukti dan penulis menyimpulkan bahwa kematangan pengetahuan geometri sangat menentukan dalam kerja menyusun bukti geometri. Disamping itu, peran latihan dalam menyusun bukti geometri sangat penting sebagai jembatan untuk menuju kematangan berpikir menyusun bukti.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin berbagi bagaimana menyusun bukti tak langsung dalam menyusun bukti pernyataan yang sudah disebutkan. Penulis bermaksud untuk memberikan suatu informasi bagi para pembaca dan mudah-mudahan dapat dijadikan suatu pengalaman sehingga dapat meningkatkan kematangan dalam menyusun bukti geometri.


Pernyataan:

“Suatu segitiga ABC diketahui sudut A = sudut B, maka sisi AC=BC”

Bukti Kontradiksi
Perhatikan gambar berikut.


Misalkan AC≠BC , maka menurut hukum trikotomi terdapat dua kemungkinan yaitu  AC > BC atau AC < BC.

(i) Akan ditunjukan bahwa AC > BC

Jika AC > BC maka akan berakibat terdapat suatu titik D pada AC sehingga AD = BC.......(1), sehingga kita dapat mengkonstruksi suatu segitiga ABD. Perhatikan segitiga ABD dan segitiga ABC dimana sudut AB = BA (brimpit), sudut BAD = sudut B (sudut BAD = sudut A = sudut B), dan  sisi AD = BC yang artinya bahwa segitiga ABD kongruen dengan segitiga ABC (S.Sd.S). Akan tetapi, terdapat unsur yang berbeda pada dua buah segitiga tersebut yaitu sudut ADC ≠ sudut ACB. Hal tersbut bertentangan dengan teorema kekongruenan dua buah segitiga, sehingga asumsi bahwa  segitiga ABD kongruen dengan segitiga ABC adalah tidak benar. Sehingga, asumsi bahwa AC > BC adalah tidak benar.

(ii) Akan ditunjukkan AC < BC

Tanpa mengurangi keumuman, analogi dengan cara pembuktian yang sama pada (i) maka asumsi bahwa AC < BC tidak benar.
Dari (i) dan (ii) maka dapat disimpulkan bahwa AC = BC.


Semoga bermanfaattttttt...................... 



Gambar (proof, if where needed.......) diambil dari https://www.singularityweblog.com/a-mathematical-proof-of-the-singularity/

Tuesday, April 12, 2016

Alat Untuk Penilaian



Alat Untuk Penilaian
Oleh: Samsul Maarif

Untuk mengembangkan daya matematis siswa diharuskan:
a.       Memahami konsep matematika dan keterkaitan antar konsep
b.      Memahami dan menjadi ahli dengan kemampuan matematis
c.       Memiliki alasan, justifikasi dan membuat kesimpulan, menuliskan dan menerangkan.
d.      Memecahkan masalah.
e.       Mengembangkan sikap positif dan disposisi matematis.
Untuk menilai daya matematis siswa, kita membutuhkan suatu perangkat penilaian yang menyediakan bukti yang berkualitas. Sebagai contoh, jika kita mengharapkan menilai bagaimana siswa baik dalam pemahaman konsep matematis, kita mungkin meminta mereka: memberikan definisi dengan bahasa mereka sendiri; memberikan contoh dan noncontoh suatu konsep; menggunakan konsep untuk memperoleh cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah matematis.
Jika kita ingin menilai bagaimana pemahaman dan melakukan kemampuan siswa, kita harus meminta mereka: melakukan kemampuan (menyelesaikan suatu masalah) setidaknya satu jalan; melakukan kemampuan lebih dari satu cara;  membuat prosedur dari kemampuan, menerangkan bagaimana bekerja dengan kemampuanya; menerangkan mengapa bekerja dengan kemampuanya; dan menggunakan kemampuanya didalam cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah matematis.
Jika kita ingin menilai bagaimana siswa dapat bernalar deduktif, maka kita harus meminta siswa untuk: menjastifikasi sebuah konjektur matematika; memberikan contoh yang mengilustrasikan sebuah konjektur, axioma atau teorema; memberikan kontracontoh dari konjektur; melengkapi langkah yang salah di dalam pembuktian suatu teorem; menerangkan bagaimana suatu teorem mungkin untuk dibuktikan; menerangkan bagaimana suatu teorema dibuktikan.
Jika kita ingin menilai bagaimana siswa memiliki sikap positif (rasa) terhadap matematik, maka kita harus mengajukan mereka beberapa pertanyaan, diantaranya: apa matematika itu?; bagaimana kamu dapat bersikap postif terhadap matematika hari ini? apa yang kamu senangi yang kamu lakuakan pada pembelajaran matematika di kelas? apa yang paling sedikit kamu senangi  yang kamu lakukan dalam pembelajaran matematika di kelas?.
Jika kita ingin menilai kemampuan pemecahan masalah, maka kita dapat menentukan kriteria kemampuan pemecahan masalah berikut:
a.    Mengetahui Masalah
2: Mengitung pemahaman terhadap masalah yaitu mengilustrasikan dengan pilihan model atau diagram untuk merepresentasikan masalah.
1: Tidak memahami sebagian dari masalah, tidak mengetahui pilihan untuk merepresentasikan masalah.
0: Tidak memahami masalah
b.    Memilih strategi pemecahan masalah
2: Memilih strategi yang tepat yang dapat digunakan untuk menentukan solusi
1: Memilih sebuah strategi yang mungkin digunakan untuk menentukan solusi tapi tidak efisien
0: tidak memiliki strategi pemecahan masalah
c.    Menimplementasikan strategi pemecahan masalah
2: Menerapkan strategi pemecahan maslah sehingga didapatkan solusi yang benar
1: Menerapkan sebagian strategi atau benar memilih strategi tapi mengalami kesulitan dalam menerapkanya untuk menentukan solusi
0: tidak dapat menerapkan strategi
d.   Komunikasi
2: Jastifikasi menggunakan eksperesi matematika yang benar, menggunakan notasi matematika yang benar.
1: Sedikit jastifikasi- menggunakan notasi matematika
0: tidak ada jastifikasi
e.    Kualitas keseluruhan presentasi
2: menarik, rapi, bersih, mudah untuk dibaca dan untuk diikuti
1: pekerjaanya menunjukkan ketrges-gesaan dengan sedikit memperhatikan untuk mudan dalam membaca atau memahami
0: Terlalu banyak kasar dalam pekerjaan untuk dibaca dan diikuti



Daftar Pustaka
Comton, H.L, dkk. 1999. Mathematics Assesment a Practical Handbook for Grades 9-12. USA: National Council of Teacehers Mathematics.

Gambar diambil dari: https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Freallyconnect.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2014%2F08%2FSelf-Assesment.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Freallyconnect.com%2Fblog%2F&docid=6enIWe3F0FodLM&tbnid=Mk4BSpOW-vlbaM%3A&w=855&h=425&ved=0ahUKEwiL3JvL6orMAhVN1I4KHYx3DzsQMwgZKAAwAA&iact=mrc&uact=8

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru