Friday, July 19, 2013

Eksistensi Diri: “Mencontoh Eksistensi Geometri”


Eksistensi Diri: “Mencontoh Eksistensi Geometri”
Oleh: Samsul Maarif

Keberadaan manusia di dunia ini atas dasar eksistensi Alloh yang dengan sifat rakhman dan rakhimNya meniupkan ruh dan memberikanya kehidupan. Manusia hadir di muka bumi dengan segala kesempurnaan dan kesucian bagaikan kertas putih yang siap diisi dengan guratan tinta-tinta kehidupan. Kesemuanya itu akan ditunjukkan oleh setiap manusia untuk menuliskan eksistensinya di dunia ini menurut guratan hidup masing-masing individu.


“Aku ingin jadi seorang tentara” jawaban itu yang terucap dari mulutku ketika ditanya pak bupati pada acara pemberian penghargaan murid teladan tingkat SD se kabupaten Pemalang. Ucapan seorang anak SD tentang cita-citanya dan tak lain dan tak bukan ingin menunjukan eksistensinya ketika sudah besar nanti untuk menjadi tentara. Pengakuan akan eksistensi seorang manusia tidak terlepas dari keinginan untuk diakui pada lingkungan kehidupannya.

Baru-baru ini orang sering menggunakan kata pencitraan untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Seseorang demi meningkatkan citranya rela untuk bersikap perfeksionis dari segala hal penampilan dan tingkah laku dimata orang lain meskipun terkadang bertolak belakang dengan kenyataannya. Demi pencitraan pula terkadang seseorang rela melakukan apa saja asalkan citra sebagai eksistensi yang diinginkanya tidak runtuh.

Seorang manusia memang mengakui bahwa dia itu ada di dunia ini. Dia mengakui dirinya berada di dunia ini. Namun keberadaan dirinya, sebagai makhluk sosial belum tentu benar di hadapan manusia lainnya. Jadi keberadaan seseorang di dunia ini, khususnya dalam kehidupan sosial harus ditunjukkan kepada orang lain bahwa benar-benar dia itu ada. Keberadaan seseorang di hadapan orang lain bisa disebut sebagai eksistensi diri manusia dalam kehidupan sosial. Artinya, setiap orang menginginkan pengakuan dirinya dari orang lain sebagai seorang yang mempunyai sesuatu kelebihan baik skill, jabatan, karir profesional atau yang lainnya. Akan tetapi, untuk memperoleh sebuah pengakuan terkadang seseorang mengkhallkan segala cara, menerobos batas-batas demi mendapatkan eksistensi diri.

Matematika disebut ilmu lambang dimana setiap aturan terdabat lambang atau simbol. Sebuah simbol pasti memiliki arti bai  tersurat atau tersirat. Sebuah simbol dalam matematika juga mungkin memiliki arti dalam kehidupan. Oleh karena itu, untuk membahas eksistensi diri saya menggunakan pendekatan konsep matematika dalam hal ini geometri. Kita mulai dengan eksistensi sebuah bangun dimensi dua.



 




Pada gambar 1 kita menyebutnya segitiga dan segi empat, akan tetapi pada gambar 2 meskipun memiliki tiga buah segmen garis dan empat buah segmen garis orang tidak menyebutnya segitiga ataupun segi empat. Mengapa demikian?

Dalam hal ini eksistensi segitiga dan segiempat ada karena adanya pendefinisian sehingga sebuah segitiga dan segi empat terdefinisi dengan baik (well defined). Jika boleh mendefinisakikan bahwa sebuah segitiga dibatasi oleh tiga buah sisi dan segiempat dibatasi oleh empat buah sisi yang masing-masing saling berpotongan. Yang membatasi keduanya adalah sisi yang berupa segmen garis. Itulah kenapa pada gambar 2 terdapat sisi yang tidak ada atau ada batasan yang hilang sehingga keduanya tidak terdefinisi dengan baik.

Menarik kalau kita telusuri bahwa bukan hanya pada dimensi dua pada dimensi tigapun sebuah bangun ruang akan terdefinisi dengan baik harus dibatasi oleh sisi yang berbentuk bidang. Mungkin dimensi-dimensi yang lain akan sama pula. Jadi, setiap makhluk yang berdimensi memiliki batasan-batasan. 

Kalau kita mau menganalogikan hal dengan salah satu sifat Alloh “mukholafatullilkhawaditsi” yang artinya kurang lebih bahwa Alloh itu berbeda dengan makhluk ciptaaNya. Setiap makhluk Alloh berdimensi sehingga terbatas ataupun memiliki batasan yang kita sebut dengan sisi yang membatasi. Sedangkan Alloh berbeda dengan makhluknya jadi tidak terbatas ataupun tidak ada satupun yang membatasi sehingga tidak seorangpun dapat mendefinisikan Alloh secara fisik.

Di samping itu kalau kita sebagai manusia yang notabenenya sebagai makhluk yang berdimensi artinya memiliki batasan-batasan sehingga dapat terdefinisi dengan baik dan bisa memiliki eksistensi dimata orang lain. Apa batasan-batasan itu? Tentunya sama yaitu dengan bangun dimensi yaitu sisi-sisi. Akan tetapi sisi-sisi tersebut berbentuk nilai-nilai agama, moral dan lain sebaganya yang menjadikan manusia bermartabat. Artinya jika seseorang melanggar batasan-batasan kehidupan sebagai manusia. Eksistensi semu yang akan didapat bagi seseorang yang mendapatkan sebuah pengakuan dengan cara-cara yang keluar dari jalur dan itu bukan sifat dari sebuah makhluk yang berdimensi ataupun fitrah dari makhluk ciptaan Alloh.

Oleh karena itu “Marilah kita sama-sama mendefinisikan diri kita sehingga kita menjadi manusia yang terdefinisi dengan baik dengan tidak melanggar batasan-batasan sisi kita sebagai makhluk ciptaan Alloh SWT”.
Semoga bermanfaat..............

Gambar di ambil dari: http://vimeo.com/37856146


No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru