Sunday, June 23, 2013

Hadirkan HATI dalam Mengajar


Hadirkan HATI dalam Mengajar
Oleh: Samsul Maarif

“Samapaikanlah walaupun itu hanya satu ayat”, sebuah ungkapan yang mengandung makna begitu dalam. Betapa setiap orang harus berlomba-lomba untuk mengabarkan ilmu sesuai dengan disiplin ilmu yang kita miliki, meskipun itu hanya satu kata ataupun satu kalimat. Perlu diingat pula rangkaian dari kata perkata yang mengandung keilmuan merupakan senjata yang sangat ampuh untuk membasmi kebodohan di negri ini.

Sudah menjadi kewajiban seorang guru untuk menginformasikan pengetahuan yang dimilikanya supaya dapat diserap oleh siswa. Oleh sebab itu, sudah barang tentu perlu pengetahuan yang lebih jika ingin anak didiknya memiliki kekayaan intelektual yang besar. Bagaimana seorang guru selalu menambah pengetahuan disetiap proses pengajarannya, menjadi hal yang mudah diucapkan tapi acapkali susah untuk dilaksanakan. Tentunya perlu kesadaran hati nurani yang mendalam untuk selalu mengembangkan kompetensi keilmuannya. Menghadirkan hati meluangkan waktu untuk membaca baik secara textual maupun contextual disiplin ilmunya. Menghadirkan hati untuk memutar otaknya untuk menciptakan pengajaran-pengajaran yang inovatif. Dan pada akhirnya, seorang guru harus mampu menghadirkan hati untuk selalu menjaga anak didiknya dari belenggu-belenggu kebodohan.

Mungkin bagi sebagian pembaca menganggap penulis terlalu naif dalam pernyataan-pernyataan diatas. Karena, ada banyak hal yang diungkapkan amat sangat mudah diucapkan, tapi dalam implementasinya begitu sulit. Apalagi pada zaman sekarang menjadi seorang pengajar ataupun guru sudah menjadi profesi yang sangat menjanjikan finansial yang tinggi. Sehingga, tidak sedikit guru lupa akan filosofi dari pengajaran yang sebenarnya. Bagaimana memanusiakan manusia dalam setiap pengajarannya sudah menjadi hal yang langka karena sudah tergilas oleh jabatan profesi yang menjanjikan. Padahal dibalik profesi guru yang pada saat ini sangat menjanjikan, ada tugas yang amat sangat berat dipundaknya yaitu bagaimana memanusiakn manusia. Yang kesemuanya itu tidak akan terlaksana tanpa hadirnya hati dalam setiap pengajarannya. 

Penulis ingin berbagi sebuah pengalaman yang pernah dialami penulis. Waktu itu penulis melamar sebagai guru di sebuah SMA swasta di Jakarta. Kondisi sekolah yang penulis tuju untuk mengajar memang sudah bagus dengan segala fasilitas yang tersedia. Akan tetapi, mungkin karena sekolah tersebut adalah sekolah anak-anak yang notabennya secara ekonmi adalah sekolah kalangan menengah ke atas sehingga para siswanya memerlukan perlakuan khusus dalam artian kesabaran yang sangat tinggi. Waktu itu wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berkata pada penulis “Bapak, kalau mengajar di sini bapak harus punya organ tubuh dua, punya jantung dua, punya hati dua, maklum pak di sini anak-anaknya perlu kesabaran yang ekstra dalam mendidiknya”. Kemudian Bapak wakil kepala sekolahpun berbagi banyak cerita tentang kondisi siswanya, bagaimana ada sikap-sikap siswa yang perlu diluruskan, sikap-sikap siswa yang mungkin menjadi hal yang biasa dikalangan anak remaja pada saat ini akan tetapi jauh dari kesopanan hingga motivasi belajar yang sangat kurang. Dan bapak wakil kepala sekolahpun bilang “Bapak mengajar harus dengan ini yah”, seraya menunjukkan tangannya di dada sebelah kiri. Sejak saat itu penulis berpikir bahwa tugas seorang guru memang benar-benar berat dan memang harus datang dari hati yang tulus daalam mengajar.

Seorang guru yang mengajar dengan hati, tidak kan merasa bimbang dengan apa balasan yang didapatnya. Kebimbangan-kebimbangan dalam mengajar akan hilang dengan sekejap seraya hadirnya hati pada pengetahuan yang dimilikinya. Seorang guru yang mengajar dengan hati tidak akan pernah mengeluh melihat anak didiknya tidak memahami materi yang kita ajarkan. Sehingga, dengan penuh kelembutan dan pelukan yang hangat seorang guru membimbing hingga pada akhirnya anak didiknya menganggukan kepala dan mengucapkan terima kasih atas segala yang sudah dipahaminya. Seorang guru yang mengajar dengan hati tak pernah berhenti memberi motivasi intelektual dan spiritual. Sehingga tertanam benih-benih karakter sikap positif yang selalu terpancar pada setiap tindak dan tanduk anak didiknya.

Untuk itu, bagaimana menghadirkan hati dalam setiap pengajaran penulis ingin mengajak para pembaca dengan konsep “Menghadirkan HATI dalam Mengjar”. HATI di sini sebuah akronim yaitu H = Hayati, A = Amati, T=Terapkan dan I=Ikhlas karena Alloh.

1. Hayati
Pendidikan dan pengajaran mengandung makna filosofis yang mendalam sehingga perlu kiranya seorang guru untuk menghayati nilai-nilai filosofis pengajaran hingga menyatu dalam dirinya. Penghayatan akan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pendidikan dan pengajaran akan menimbulkan effect semangat yang tinggi dalam mengajar. Betapa tidak, kesemua nialai-nilai filosofis yang terkandung di dalam pendidikan dan pengajaran terdapat sebuah keindahan Wheel of Life bagi seorang guru. Bagaimana seorang guru dianalogikan sebagai sebuah pelita yang selalu menerangi dalam kegelapan para anak didiknya.

2. Amati
Proses pengajaran tidak terlepas dari proses pengamatan bagi seorang guru. Semua yang terjadi dalam setiap kegiatan pengajaran hendaknya menjadi sebuah pengamatan bagi seorang guru untuk mengeksplorasi segala macam yang terjadi sehingga dapat dikreasikan menjadi sebuah pembelajaran yang lebih baik. Memang perlu sumbangan pemikiran yang tinggi dari seorang guru untuk menjadikan sebuah pengamatan menjadi sebuah konsep pengajaran yang lebih baik.
Disamping pengamatan terhadap proses pembelajaran, seorang guru juga harus mampu mengamati perkembangan psikologis anak didiknya. Pengamatan dilakukan tidak parsial orang perororang, akan tetapi semua anak didiknya harus tidak lepas dari pengamatan seorang guru. Tentunya, dengan pengamatan perkembangan psikologis seorang guru mampu memberikan bimbingan dan motivasi pada anak didiknya hingga menjadi pribadi yang sholeh dan sholekhah.

3.Terapkan
Semua yang dimiliki dan kajian yang sudah dilakukan oleh guru harus benar-benar terimplementasikan dengan baik. Jangan samapai apa yang diucapkan berbeda dengan apa yang dikerjakan. Sikap idealis tentunya diperlukan untuk menerapkan kaidah-kaidah seorang guru dalam mendidik sebagai cermin guru yang profesional.

4.Ikhlas karena Alloh
Kata “Ikhlas” memang mudah diucapkan tapu sulit dijalankan. Tapi, kita sebagai manusia harus selalu belajar dan terus belajar untuk melaksanakan kata ini. Guru yang ikhlas mengajar kerena Alloh tentunya guru yang selalu menghadirkan hati dalam setiap pengajarnNya. Dan sudah barang tentu akan menghadirkan keberkahan di dunia dan di akhirat bagi guru yang menjalankannya.

Demikinan, sedikit tulisan yang dapat penulis sampaikan tentunya sebagai bahan yang juga dapat diperdebatkan ataupun didiskusikan lebih lanjut. Semoga bermanfaat.


Gambar diambil dari:

No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru