A.
Pendahuluan
Menciptakan
matematika yang baru dan menemukan hubungan dalam dan antara struktur
matematika adalah kegiatan yang paling penting dari penelitian para
matematikawan. Sejak validitas dari penemuan baru dan hubungan baru haruslah
didemonstrasikan untuk kepuasan dari komunitas matematika, pembuktian teorema
adalah pekerjaan ke-dua terpenting dari para matematikawan. Pentingnya
pembuktian teorema dalam matematika tercermin dalam penekanan yang ditempatkan
atas pembelajaran dari beberapa teknik-teknik pembuktian matematik di
matematika sekolah menengah atas.
Mungkin ini tidaklah akurat untuk dikatakan bahwa alasan pokok dari pembelajaran geometri datar pada sekolah menengah adalah untuk mengajarkan siswa beberapa elemen-elemen dari argument-argumen deduktif yang digunakan dalam pembuktian matematik sebagaimana digunakan pada diskusi sehari-hari.
Mungkin ini tidaklah akurat untuk dikatakan bahwa alasan pokok dari pembelajaran geometri datar pada sekolah menengah adalah untuk mengajarkan siswa beberapa elemen-elemen dari argument-argumen deduktif yang digunakan dalam pembuktian matematik sebagaimana digunakan pada diskusi sehari-hari.
Meskipun
banyak program matematika sekolah menyediakan pertimbangan dari pembuktian
formal matematik untuk mata pelajaran geometri datar mereka, hamper semua siswa
memiliki sebuah gagasan yang berdasarkan intuisi dari pembuktian sebelum mereka
mempelajari geometri. Siswa memasuki mata pelajaran geometri datar dengan
sebuah ide (berorientasi pada dirinya semata-pent) dari sebuah pembuktian
seperti: “Jika saya telah yakin, maka proposisinya adalah benar atau jika
proposisi berasal dari buku paket pasti benar.” Sedikit siswa memulai tingkat
kedua dari sekolah menengah atas teliti konsep dari pembuktian, dan banyak
siswa menyelesaikan geometri datar memahami sifat dari pembuktian matematik.
B.
Pembuktian
Sebelum
mendiskusikan alasan kenapa pembuktian teorema harus diajarkan di sekolah
menengah dan bagaimana siswa dapat belajar untuk melakukan pembuktian matematik
yang valid, dapat meninjau dengan baik sifat dari pembuktian, dan macam-macam
pembuktian matematik. Secara umum, sebuah pembuktian adalah sembarang argument
atau presentasi dari bukti-bukti yang meyakinkan atau membujuk seseorang untuk
menerima suatu keyakinan. Setidaknya enam kriteria yang dapat diidentifikasi
untuk meyakinkan diri atau orang lain untuk menerima sebuah argumen sebagai
pembuktian yang meyakinkan.
1.
Persoal experience
Salah
satu tipe pembuktian adalah pengalaman seseorang. Cuaca di utara, turunnya
salju pertama kali di awal tahun menyebabkan sebuah ketertarikan dan
kegembiraan. Ketika salju pertama mulai jatuh, itu biasanya menjadi kejadian
yang aneh di dalam kelas bagi seorang siswa untuk memberitahukan turunnya
serpihan salju pertama, dan meneriakkan “Hey! Itu salju.” Yang menyebabkan
siswa lainnya untuk melihat ke luar jendela dan memastikan bahwa itu
benar-benar salju. Persoal experience
dapat menjadi metode yang diterima untuk membuktikan informasi yang diterima
secara spesifik, tetapi biasanya tidak dapat dibuktikan secara umum.
2. Acceptane
of authority
Acceptane of
authority
merupakan cara lain untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan. Kita
menerima penilaian (pendapat) dari ahli pengobatan bahwa obat-obatan dapat
secara efektif mengatasi penyakit dan beberapa kali kita menerima dunia
pertelevisian mempromosikan bahwa obat-obatan itu akan menyembuhkan penyakit
kita. Ada juga seorang ahli menyatakan bahwa kata yang tercetak dalam buku dan
itu tidak mengejutkan (menarik perhatian) menyebabkan paling banyak siswa
menerima kebenaran apapun yang tercetak
dalam buku mereka. Pada umumnya masyarakat juga menerima pernyataan apapun yang
tercetak dalam Koran dan majalah. Kenyataannya, satu penjelasan untuk
keberhasilan beberapa promosi (iklan) adalah harapan masyarakat untuk menerima
informasi yang dipersembahkan oleh para ahli atau untuk menerima informasi yang
ditemukan dalam pengalaman pribadi orang lain.
3.
Observations of intances
Beberapa
orang menerima observations of intances
sebagai argumen yang bersifat umum. Sebagai contoh, sebuah argumen dari
pernyataan yang salah “kebanyakan guru tidak peduli dengan murid mereka” yang
berlandaskan dari argumen “aku tahu seorang guru yang hanya mempedulikan
tentang pengajaran adalah yang sangat menunggu hari turunnya gaji” merupakan
sebuah contoh dari pembuktian jenis ini. Murid yang lebih muda dan bahkan
banyak di murid sekolah tinggi (SMA) menggunakan observations of instances sebagai bukti yang bersifat umum. Jika
dalam batas pengalaman mereka sebuah pernyataan yang kuat, maka mereka menerima
pernyataan tersebut sebagai sebuah kebenaran.
4.
Lack of a counterexample
Lack of a counterexample untuk sebuah
argumen adalah sebuah metode keempat yang digunakan masyarakat untuk
membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan atau aturan. Siswa cenderung
menggunakan metode ini untuk membuktikan
kebenaran metode mereka yang berbeda
agar dapat menyelesaikan secara
pasti masalah yang berkaitan. Jika tidak ada yang mampu untuk menemukan sebuah
alasan dimana metode ini memberikan jawaban yang salah maka argument ini
seharusnya menjadi aturan yang benar. Bahkan pakar matematikapun cenderung
untuk menerima ke-validan dari sebuah dugaan dimana banyak pakar matematika
tidak mampu untuk menemukan sebuah counter-example
dalam beberapa tahun terakhir. Four-color-map
menduga bahwa four colors are both
necessary and sufficient for coloring all plane maps so that no two regions
with a common boundary are the same color merupakan sebuah contoh dalam situasi ini.
Sejak tidak ada yang dapat membangun peta sebuah pesawat untuk menentang dugaan
ini, banyak matematikawan berpikir bahwa itu merupakan kemungkinan yang benar.
5.
The usefulness of result
Metode
kelima untuk membuktikan sebuah argument atau keadaan adalah dengan the usefulness of result. Sebuah bagian
dari cabang matematika yang disebut persamaan diferensial yang dikembangkan di
awal tahun 1900-an sebagai alat di bidang ilmu dan rekayasa (permesinan).
Beberapa dari aturan yang dikembangkan untuk menyelesaikan persamaan
diferensial, diterima dan digunakan karena mereka dapat menjadi penyelesaian
untuk matematika pada masalah dibidang fisika. Bahkan tidak ada pembuktian
matematika yang tidak valid secara principal menurut aturannya, mereka
dipikirkan agar menjadi kebenaran karena mereka memberikan tujuan yang
bermanfaat.
6. Deductive
argument
Metode
keenam sebagai pembuktian, deductive
argument, merupakan metode yang diterima denga baik dalam pembuktian
matematika. Apabila ada sebuah pernyataan atau keyakinan yang berlandaskan pada
salah satu dari kelima metode yang sebelumnya –personal experience, acceptance of authority, observations of
instances, lack of a counter-example, dan usefulness of result- menyatakan salah maka yang argument terkuat
ada pada deductive argument.
Bagaimanapun, sebuah kesimpulan yang berlandaskan pada deductive argument dan menyatakan kebenaran maka hasilnya adalah
benar.
C.
Pembuktuan
Deduktif
Banyak
dosen dari pasca sarjana matematika cenderung mengajarkan pada mahasiswanya
untuk meyakini bahwa deductive argument
merupakan satu-satunya yang harus dan layak diperhatikan dari jenis-jenis
argument yang ada. Seperti tidak beralasan; faktanya, matematika merupakan
satu-satunya tempat yang mempertimbangkan untuk menjadi satu-satunya metode
pembuktian yang valid. Banyak prinsip dari bidang sosial dan politik kita
mempunyai dasar pada personal experience dan
acceptance of authority. Observations of instances dan lack of counter-examples merupakan
metode yang valid untuk verifikasi dalam ilmu fisika, dan manfaat dari hasilnya
dapat berlaku untuk prinsip-prinsip rekayasa (engineer). Daripada mencoba untuk
mempromosikan bukti deduktif sebagai satu-satunya cara yang tepat sebagai
alasan, lebih baik untuk menjelaskan kepada siswa bahwa sifat matematika dan
cara yang tersturktur dapat membuat metode deduktif ini dapat diterima dalam
bidang ini. Pembuktikan metode deduktif
serta lima pembuktian metode lainnya, memiliki keterbatasan tersendiri. Secara
matematis, yang berdasarkan argument secara logis, hasil dalam menarik
kesimpulan berasal dari asumsi. Jika kita mengasumsikan kebenaran dari
hipotesis yang kita dapat, dengan menggunakan argument deduktif yang valid
dapat membenarkan kesimpulan itu.
Rumus
euqlid dalam bidang geometry menandakan dalam dunia matematika bahwa pembuktian
secara deduktif merupakan tepat. Namun agak sedikit berlawanan untuk menemukan
bahwa dalam bidang geometry juga memberikan contoh yang utama untuk memutuskan sebuah asumsi. Ketika
akhirnya para matematikawan berhenti untuk mencoba membuktikan teori Euqlid dan
postulat serta kontradisksi yang berkaitan denga postulat, mereka membuat
sebuah system matematika secara intern yang sangat berlawanan dengan banyak
teorema penting dari teorema Euqlid. Bahkan sebagai system yang bertentangan
dapat tumbuh secara serempak di beberapa Negara tanpa ada satupun system yang
salah.
Sejak
argument deductive merupakan argument yang dibangun dalam pembuktian
matematika, mereka mendiskusikan secara detail
pada tahap ini. Sebelum mendiskusikan perbedaan dari argument deductive,
istilah dari argument deductive harus didefinisikan terlebih dahulu. Pertama,
kepastian istilah dan validitas yang mereka gunakan dalam bidang matematika
harus dijelaskan. Kebenaran merupakan sebuah cirri dari pernyataan dan
keabsahan merupakan cirri dari argument. Nilai kebenaran yang bernilai “benar”
dan “salah” ditandai untuk pernyataan yang mengikuti menurut aturan logika atau
konvensi yang berlaku. Nilai “benar” ditandai untuk pernyataan yang pada
kenyataannya menggambarkan kebenaran dan disetujui berdasarkan pada penerimaan
secara nyata. Seperti ketika aku duduk di tempatku menulis, aku dapat melihat
ke luar jendela dan memperhatikan bahwa pohon-pohon mencetak bayangannya di
atas salju. Pernyataan “pohon-pohon mencetak bayangannya di atas salju”
merupakan kenyataan, penggambaran yang sebenarnya dalam kehidupan, jadi
pernyataan ini memberikan nilai yang “benar”. Sejak tidak turun hujan,
pernyataan “kini turun hujan” ditandai dengan nilai yang “salah”. Dalam
geometry Euclid, pernyataan “melalui satu titik tertentu yang tidak terdapat
pada garis, satu dan hanya satu garis saja yang dapat di bentuk sejajar dengan
garis yang diketahui sebelumnya” merupakan sebuah persetujuan yang berdasarkan
pada perhimpunan yang ditandai dengan nilai “benar”. Dalam system matematika
yang tidak berlandaskan pada geometry Euclid, pernyataan yang sama ini
memberikan nilai yang salah. Setiap system matematika yang berlandaskan pada
sperangkat pernyataan yang unik (dalil), setiap satu yang dinyatakan bernilai
benar. Meskipun pernyataan memiliki nilai benar atau salah, pernyataan tidak
dicirikan sebagai valid dan tidak valid.
Validitas
merupakan karakteristik dari argument yang disusun dari pernyataan. Sebuah
argument dikatakan valid jika ia berlandaskan pada diterimanya prinsip dari
implikasi yang dibangun dalam system logika yang formal. Contoh berikutnya dari
argument akan membantu untuk menjelaskan definisi ini. Argument pertama
merupakan sebua kevalidan argument karena itu merupakan contoh dari prinsip
implikasi yang formal yang disebut modus
ponens, yang diterima dalam matematika sebagai sebuah bentuk argument yang
valid. Modus ponens beralaskan: p adalah benar, dan jika , maka q bernilai benar. Argument kedua
merupakan argument yang tidak valid karena ia bukan bentuk argument yang dapat
diterima dalam system logika kita.
Argument
1
Pernyataan
Nilai
kebenaran
Bentuk geometri ini adalah persegi (premis) benar
Jika sebuah persegi memiliki empat
sudut siku-siku benar
Bentuk ini memiliki empat sudut
siku-siku(kesimpulan) benar
Argument 2
Ini bentuk belah ketupat (premis) benar
Jika ini sebuah belah ketupat, ia
memiliki empat sisi sama panjang benar
Jika ini sebuah persegi, ia
memiliki empat sisi sama panjang benar
Ini bentuk persegi (kesimpulan) salah
Sekarang
kita mendiskusikan metode pembuktian yang keenam, deductive argument, jenis argument yang sangat diterima dalam
teorema pembuktian pada matematika. Sebuah deductive
argument merupakan bentuk argument yang valid yang beroperasi pada
seperangkat hipotesis yang dianggap memiliki nilai kebenaran yang valid sampai
berakhir dengan seperangkat kesimpulan yang logis dari hipotesis tersebut. Bagi
siswa dan bahkan untuk seorang ahli matematika, awalanya, merupakan sebuah
kegiatan yang sulit ketika membuktikan teorema dalam memutuskan menjadi sebuah deductive argument yang valid. Ada dua kategori umum dari
pembuktian secara deductive
–pembuktian dengan argument secara langsung dan pembuktian secara kontradiksi.
Dalam pembahasan berikutnya akan disajikan Sembilan jenis pembuktian secara
deduktif, tujuh dengan argument secara langsung dan dua secara
kontradiksi. Semua jenis pembuktian yang
tercantum di bawah ini digunakan dalam sekolah lanjutan matematika.
Jenis dari
pembuktian deduktif
A.
Pembuktian
dengan argument langsung
1.
Modus
ponens
2.
Transitivity
3.
Modus
tollens
4.
Deduction
theorem
5.
Contraposition
6.
Proof
by cases
7.
Mathematical
induction
B. Pembuktian
secara kontradiksi
1.
Counter-example
2.
Indirect
proof
1.
Modus
ponens
Modus ponens
merupakan jenis pembuktian deduktif yang paling mudah untuk dipahami siswa
karena hanya memiliki tiga pernyataan. Struktur logika dari modus ponens dimana
p dan q seperti pernyataan dibawah ini:
Jika p benar,
dan
Jika p maka q,
lalu
q adalah benar.
Symbol dari
modus ponens
Sebagai contoh
dari pembuktian jenis ini, anggaplah bahwa seorang siswa ingin membuktikan
bahwa grafik dari fungsi dan saling berpotongan. Argument ini tidak tepat
dan tidak sesuai karena memperlihatkan dua persamaan pada koordinat yang
berbentuk persegi panjang dan amati apakah mereka saling berpotongan satu sama
lain. Argument yang lebih tepat yang juga merupakan argument yang valid adalah
dengan menggunakan pembuktian modus ponens.
(p) : kemiringan dari garis-garis ini adalah
1 dan 2, dan mereka berbeda.
: kita tahu bahwa jika persamaan linier
mempunyai kemiringan yang berbeda, grafik mereka saling memotong.
(q) : Maka, grafik dari kedua fungsi ini
saling memotong.
Argument ini
khusus berlaku karena merupakan contoh dari bentuk argument umum yang disebut
modus ponen yang merupakan suatu bentuk argument yang valid.
2.
Transitif
Transivity
diibaratkan seperti
Sebagai contoh
penerapan bentuk argument umum dari transitivity (yang dapat terbukti
valid dalam system pelajaran logika kita) mengasumsikan bahwa teorema ini telah
terbukti:
Jika dua sudut dari satu segitiga
masing-masing kongruen dengan dua sudut pada segitiga lainnya (p), maka ketiga
sudut dari dua segitiga yang berbeda itu kongruen satu sama lain (q);
Jika ketiga sudut dari kedua
segitiga itu kongruen (q), maka segitiga-segitiga itu merupakan segitiga yang
sebangun (r).
Lalu, teorema
berikut berlaku:
Jika dua sudut dari segitiga adalah
kongruen pada dua sudut segitiga yang lain (p), maka segitiga-segitiga itu
kongruen (r).
Argument di atas
mengikuti dari argument transitivity dan maka .
3.
Modus
Tollenns
Bentuk argument
modus tollens agak lebih sulit bagi siswa untuk memahami dan diterapkan dari
pada bentuk modus ponens dan transitivity. Bentuk dari argument modus tollens
adalah:
Jika adalah benar, dan
Jika negasi dari
q adalah benar, maka
Negasi dari p
adalah benar.
Symbol dari
bentuk modus tollens adalah
Sebagai contoh
dalam penggunaan bentuk modus tollens dalam teori bilangan aritmatik,
dipertimbangkan argument dibawah ini yang digunakan dalam teorema ini:
Jika n merupakan
bilangan genap, maka n2 merupakan sebuah bilangan genap juga.
:
jika n merupakan bilangan genap maka n2 merupakan
bilangan genap (benar)
: itu menunjukkan bahwa beberapa angka k2 bukan
merupakan bilangan genap. (benar)
: karena itu, kesimpulan yang dapat digambarkana bahwa k bukan
merupakan bilangan genap.
Satu bukti bahwa
merupakan bilangan irrasional menggunakan
argument ini tentang bilangan genap .
4.
Deduction theorem
Deduction
theorem yang jarang dijelaskan kepada siswa geometry, diginakan sebagai dasar
yang paling terbukti dalam lingkup geometry. Meskipun arugumen ini valid tetapi
menjadi batu sandungan dalam lingkup geometry, banyak guru di sekolah tinggi
geometry yang tidak hanya gagal untuk menjelaskannya, tetapi juga gagal untuk
membuktikannya. Deduction theorem dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika dari sebuah asumsi p dan a
Pernyataan yang benar dimisalkan q1,
q2, q3, …., qn.
Dimungkinkan untuk menyimpulkan r,
lalu
Dimungkinkan untuk menyimpulkan p
maka r dari q1, q2, q3, …., qn.
Symbol dari
deduction theorem adalah:
Ketika
menerapkan deduction theorem untuk membuktikan suatu teorema dalam geometry,
argument berikut dapat digunakan:
Jika hipotesis teorema dan
seperangkat pernyataan yang terbukti kebenarannya (teorema aksioma, postulat,
definisi, dan lainnya) yang merupakan pernyataan dari sebuah pembuktian, hasil
kesimpulan, maka seperangkat pernyataan yang benar menghasilkan implikasi bahwa
hipotesis dari teorema menyirakan sebagai sebuah teorema yang sebenarnya.
Jika keabsahan
deduction theorem belum ditetapkan, bukti-bukti geometri akan tidak valid juga.
Dalam pembuktian geometry seseorang tidak mencoba untuk membuktikan
kesimpulannya saja, tetapi seluruh
bagian dari teorema itu harus dibuktikan, sebagai contoh dengan
membuktikan hal berikut:
Kongruen, secara
berurutan, pada dua kaki dari sudut siku-siku (p), maka segitiga tersebut
merupakan segitiga yang kongruen (r). untuk membuktikan keadaan ini, dibutuhkan
sebuah bukti bahwa . Agar dapat mempersingkat diskusi dari
pembuktian dari keadaan ini, dua segitiga siku-siku digambarkan pada gambar.
Untuk
membuktikan teorema ini diutamakan untuk menggunakan deductive theorem.
Pertama, sisi a kongruen dengan sisi a’ dan sisi b kongruen dengan sisi b’.
yang diasumsikan dalam hipotesis. (ini pernyataan yang benar dimana p dalam perwakilan symbol teorema
deduktif kita). Selanjutnya, sudut C kongruen
dengan sudut C’ karena semua sudut
siku-siku adalah sama besar. (Ini pernyataan yang benar sebagai q1)
Selanjutnya,
segitiha ABC kongruen dengan segitiga A’B’C’ karena jika dua sisi dan dua sudut dari kedua segitiga itu
sama dan kongruen, maka kedua segitiga itu merupakan segitiga yang kongruen.
(Ini pernyataan yang benar sebagai (p,q1)r.)
Terakhir,berdasarkan
teorema deduktif di atas, pernyataan sebelumnya (p,q1)r,
menunjukkan
bahwa jika dua sisi dari satu segitiga siku-siku adalah kongruen, secara
berurutan maka kedua sisi yang lain dari segitiga siku-siku pun demikian. Maka
segitiga tersebut merupakan segitiga yang kongruen; yang ditunjukkan pada (p,q1)r menghasilkan
Itu menunjukkan
dengan jelas bahwa pada langkah akhir membutuhkan pembuktian secara logika
bahwa p memang menyiratkan r.
Langkah sebelumnya membuktikan bahwa p dan bersama-sama menyatakan secara tidak langsung
tentang r, tetapi bukan berarti bahwa p sendiri yang menyiratkan
tentang r. Deductive theorem memungkinkan untuk membuat pernyataan akhir
yang merupakan sebuah keadaan dimana kita menyebutnya sebagai sebuah bukti.
Langkah akhir
dimana deductive theorem yang seharusnya mencakup pembuktian dari jenis ini,
bukan sebagai rongga latihan dalam keketatan tetapi sebagai kebutuhan logis dan
sebagai bantuan dalam menolong siswa
untuk mengerti pondasi logis dari sebuah pembuktian.
5.
Contraposition
Bentuk argument
dari contraposition terkadang diajarkan seperti pembuktian secara tidak
langsung. Ini tidak benar. Contraposition merupakan sebuah pembuktian secara
langsung yang valid dari deductive argument yang dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Jika negasi dari
q diimplikasikan pada negasi dari p, maka implikasi q.
symbol dari contraposition adalah
Setiap keadaan mempunyai kontraposisi dan terkadang ini menjadi lebih mudah untuk
dibuktikan secara kontraposisi daripada dengan keadaannya sendiri. Sekali
kontraposisi sudah terbukti, validitas argument yang menyatakan bentuk
pertentangan maka akan ditetapkan kebenarannya pada suatu keadaan.
Kontrapositif dari teorema “jika kedua dari sisi yang berpasangan dari sisi
yang berlawanan dari segi empat adalah kongruen, maka segi empat tersebut
adalah sebuah jajaran genjang” merupakan “jika sebuah segi empat buka merupakan
jajaran genjang, maka kedua dari sisi yang berpasangan dari sisi yang
berlawanan tidaklah kongruen.”
Sebagai contoh
untuk membuktikan teorema geometry yang menggunakan argument contraposition,
cenderung menggunakan teorema ini: Jika dua garis yang yang membentuk sudut
yang kongruen dengan sebuah transversal, maka mereka merupakan garis yang
saling sejajar. Teorema ini dapat dibuktikan secara langsung dengan membentuk
sebuah garis bantuan dan menggunakan teorema deduktif; itu bisa dibuktikan
dengan menggunakan metode tidak langsung, yang akan didiskusikan nanti, dan itu
bias dibuktikan menggunakan kontraposisi. Untuk menjelaskan argument
kontraposisi, teorema ini akan menggunakan kontraposisi.
Teorema : jika dua buah garis saling
kongruen dan membentuk sudut dengan saling menyilang (p) maka kedua garis itu saling sejajar (q).
Kontraposisi : jika dua buah garis tidah saling sejajar
maka mereka tidak kongruen dan membentuk sudut
yang saling menyilang .
Kontraposisi
dapat dibuktikan dengan menggunakan deduction theorem. Untuk membantu dalam
diskusi, kita akan menunjukkannya pada gambar 6.2
Figure 6.2
Garis I
dan I’ tidak sejajar dengan asumsi sebagai ; akibatnya mereka tidak akan mengikuti
definisi dari garis yang sejajar . Segitiga ABC akan dibentuk oleh dua
garis yang tidak sejajar yaitu I dan I’ dan menyilang t . Tetapi, sudut 1 merupakan bagian luar
dari sudur ABC dan sudut 2 merupakan bagian dalam dari segitiga ABC . Sudut 1 lebih besar dari pada sudut 2 . Sudut 1 dan 2 merupakan bagian dalam
dari sudut . Karena itu sudut bagian dalam tidaklah
kongruen . Akibatnya . Sehingga dengan menggunakan deductive
theorem, jika dua garis tidak sejajar, maka mereka tidak membentuk sudut yang
kongruen secara menyilang; itu berarti, ketika maka dengan kontraposisi, jika dua buah garis
dibangun secara kongruen oleh sudut dalam dan saling menyilang (p) maka mereka
saling sejajar (q); itu berarti .
Symbol yang digunakan
untuk menggambarkan pernyataan dan implikasi seluruhnya dari pembuktian ini
termasuk ilustrasi logis dari deductive theorem dan contraposition. Dengan
demikian, symbol ini tidak dibutuhkan untuk pembuktian dan tidak seharusnya
dipelajari oleh siswa ketika mereka mempelajari tentang pembuktian.
Symbol-simbol hanya membantu
siswa yang mempelajari beragam bentuk validitas argument yang di gunakan
(tetapi tidak dinyatakan) dalam pembuktian teorema.
6.
Pembuktian
dengan Kasus
Pembuktian
dengan kasus adalah bentuk logika yang relative mudah bagi kebanyakan siswa
untuk diikuti karena tampak bagi mereka untuk dihubung kan dengan intuisi,
namun tidak valid, prosedur dari berargumen berdasarkan contoh-contoh. Ada
sejumlah prinsip-prinsip dalam aritmatika, aljabar, geometri, dan trigonometri
yang dapat dibuktikan (yang terbaik) melalui kasus-kasus, yang valid, bentuk
logis dari arrgumen. Bentuk argument ini dapat ditetapkan mengikuti: Jika
setiap dari beberapa hipotesis menghasilkan kesimpulan benar yang sama, maka
disjungsi dari semua hipotesis menghasilkan kesimpulan yang sama. Contohnya,
jika p1 mengakibatkan q, dan p2
mengakibatkan q, dan p3 mengakibatkan q, maka (p1
atau p2 atau p3) mengakibatkan q.
pembuktian dengan kasus dapat dituliskan dengan:
Dimana “” bermakna “atau”.
Sejak , dimana x adalah bilangan real, adalah terdefinisi dengan kasus, seperti dan melibatkan penggunaan argument deduktif dari
pembuktian dengan kasus. Dalam geometri pembuktian dari teorema “besar ukuran
sebuah sudut inscribed dalam sebuah
lingkaran adalah satu setengah kali besar ukuran dari busur intercepted-nya” dapat dibuktikan dengan
mempertimbangkan tiga kasus -kasus dimana pusat dari lingkaran dalam sudut inscribed,
dimana titik pusat lingkaran di luar sudut inscribed,
dan kasus dimana titik pusat bertepatan dengan titik pada garis dari sudut inscribed. Dalam trigonometri, aturan
kosinus dibuktikan dengan kasus. Secara umum, kebanyakan proposisi dalam
matematika yang berdasarkan pada sebuah definisi dari suatu konsep yang
didefinisikan dengan kasus-kasus adalah kandidat/calon untuk dibuktikan dengan
kasus.
7.
Induksi Matematik
Istilah induksi
matematik itu menyesatkan karena bentuk pokok argumen pembuktian induksi adalah
sebuah bentuk deduksi. Bentuk logis yang valid dari induksi matematik biasanya
ditujukan pada siswa langsung setelah mereka yakin, baik karena kekuasaan
(paksaan) atau logikla, berdasarkan contoh pembuktian itu adalah sebuah bentuk
yang tidak valid dari argumen. Meskipun sebuah pembuktian induktif bukanlah
pembuktian berdasarkan contoh, memang terlihat demikian bagi banyak siswa
ketika mereka melihat untuk digunakan pada pertama kalinya.
Prinsip dari
induksi matematik digunakan untuk membuktikan bahwa proposisi-proposisi
bernilai benar untuk semua himpunan dari bilangan asli (dan pada beberapa kasus
untuk sebuah subset tak-hingga dari bilangan asli seperti semua bilangan asli
yang lebih dari enam atau semua bilangan asli yang genap). Pembuktian induktif
dari sebuah teorema yang benar untuk semua himpunan dari bilangan asli berjalan
sebagai berikut: Ini adalah demonstrasi bahwa teorema berlaku untuk n =
1; dan ini mendemonstrasikan bahwa asusmsi tentang teorema berlaku untuk k mengakibatkan
bahwa teorema berlaku untuk k + 1.
Beberapa siswa
gagal untuk memahami validitas dari pembuktian menggunakan induksi karena bagi
mereka ini tampak bahwa sebuah teorema dibuktikan dengan melihat pada hanya dua
contoh dari teorema, contoh ketika n = 1 dan sebuah contoh lain k,
dimana k adalah lebih dari satu. Beberapa guru telah menemukan bahwa
sebuah analogi dapat membuat pembuktian induktif tampak lebih masuk akal bagi
siswa. Anggap ada sebuah tangga dengan jumlah anak tangga tak berhingga. Kita
ingin tahu bila rentang/jarak antar anak tangga itu memungkinkan untuk dipanjat
pada berapa pun tinggi tangga. Jika kita tahu secara pasti bahwa anak tangga
pertama adalah cukup dekat dengan tanah untuk digapai dan bahwa memungkinkan
untuk menggapai anak tangga manapun yang lebih tinggi dari anak tangga di
bawahnya, maka kita dapat mengasumsikan bahwa ini adalah memungkinkan untuk
memanjat anak tangga manapun pada tangga tersebut. Bentuk argumen dari induksi
matematik untuk sebuah aturan, himbunan N tak berhingga dari bilangan
asli dapat dinyatakan dengan;
Sehingga jika
bilangan asli pertama pada himpunan memiliki sifat P dan jika implikasi
sifat P untuk bilangan ke-k dalam himpunan implikasi sifat P
untuk bilangan k + 1 dalam himpunan berlaku untuk setiap k , maka
setiap bilangan n dalam himpunan memiliki sifat P.
Pertanyaan
berulang yang ditanyakan oleh banyak siswa adalah: “Bila k tidak
memiliki sifat P, kemudian bagaimana?” Jawabannya adalah satu yang tidak
perlu dikhawatirkan apakah k memiliki sifat P atau tidak. Satu
yang dikhwatirkan adalah untuk menunjukkan bahwa implikasi berlaku untuk setiap k anggota
dari N.
Walaupun ada
tipe-tipe lain dari pembuktian deduktif langsung, tujuh tipe yang telah dibahas
adalah pembuktian langsung yang utama yang digunakan dalam pembuktian di
sekolah menengah. Harus ditekankan bahwa banyak pembuktian dari teorema dalam
matematika membutuhkan kegunaan dari berbagai kombinasi ke tujuh bentuk argumen
deduktif dalam setiap pembuktian. Tujuan dari menghadirkan setiap bentuk
argumen dalam bentuk “paling murni” adalah bukan bermaksut untuk menyarankan
bahwa setiap argumen haruslah digunakan khususnya pada setiap pembuktian
spesifik dari sebuah teorema. Setiap argumen disajikan dalam isolasi relative
dari argumen lain dalam rangka untuk membuat bentuk logis menjadi nyata.
Walaupun ini menyimpulkan pembahasan kita tentang pembuktian deduktif dengan
argumen langsung. Dua tipe dari pembuktian deduktif dengan kontradiksi akan
dibahas di bawah –pembuktian dengan counterexample dan pembuktian tak
langsung.
8.
Pembuktian dengan Counterexample
Dalam sebuah
kepekaan pembuktian dengan counterexample adalah bentuk langsung dari argumen
deduktif. Sebuah counterexample dapat digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa
generalisasi yang salah adalah memang salah. Dari sudut pandang lain,
pembuktian dengan counterexample adalah pembuktian dengan kontradiksi karena
sebuah proposisi umum dilawan/dikontradiksikan (ditunjukkan kesalahannya)
dengan menunjukkan contoh negative dari proposisinya.
Bentuk argumen
untuk pembuktian dengan counterexample mengikuti; sebuah konjektur dibuat
sehingga semua elemen dari himpunan S
yang ditetapkan memiliki sifat P
tertentu, kemudian sebuah elemen x
anggota S ditemukan yang tidak
memiliki sifat P. Sehingga,
disimpulkan bahwa tidak semua elemen dari S
memiliki sifat P, dimana hal
inikontradiksi dengan konjektur, maka konjektur bernilai salah.
Dalam simbol bentuk argumen
counterexample adalah:
Konjektur :
Contoh Negatif: dan
Kesimpulan :
Banyak siswa
mempertanyakan validitas dari pembuktian dengan counterexample setelah
membandingkan bentuk argumen ini dengan bentuk deduktif langsung yang telah
mereka gunakan. Siswa akan berargumen seperti berikut:
Untuk
membuktikan sebuah teorema itu benar, kita harus menunjukkan bahwa teorema itu
harus berlaku untuk semua contoh. Tapi, untuk membuktikan bahwa sebuah
proposisi itu salah kita hanya cukup untuk memmbuktikan bahwa tidak benar untuk
satu contoh saja. Hal ini tidaklah masuk akal.
Baca setiap
pernyataan berikut dan tentukan apakah bernilai benar atau salah. Himpunan yang
dipertanyakan adalah S = {1, 2, 4, 6} dan sifat yang dipertimbangkan adalah
bilangan asli yang genap.
Pernyataan
1. Elemen himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan2.
Setiap elemen dari himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan
3. Beberapa elemen dari himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan
4. Pernyataan “Jika sebuah elemen dari himpunan S, maka elemen tersebut adalah
bilangan genap.” Adalah sebuah proposisi.
Pernyataan
5. Proposisi pada pernyataan 4 adalah benar.
Apakah
pernyataan 1itu benar atau salah tidak dapat ditentukan karena tidak jelas
batasan/kuantornya.
Pernyataan
2 adalah salah karena dan 1 bukanlah bilangan genap.
Pernyataan
3 adalah benar karena himpunan S mengandung bilangan genap 2, 4, dan 6.
Pernyataan
4 adalah benar karena pernyataan dalam kutipan (tanda petik) adalah bagian dari
pernyataan 4 yang merupakan proposisi.
Pernyataan
5 adalah salah karena proposisi dalam pernyataan 4 adalah tidak benar.
Proposisi pada pernyataan 4 salah karena berdampak bahwa semua anggota dari
himpunan S adalah genap; bagaimanapun kuantor setiap yang dituliskan pada
pernyataan 2 hanya berdampak dalam proposisi yang ada di pernyataan 4.
Poin pertama
yang tampak di sini terkadang diperlukan untuk menentukan apakah dampak dari
kuantor itu sebelum mencoba membuktikan atau membantah sebuah proposisi. Poin
kedua adalah pembuktian counterexample adalah sebuah argumen dimana proposisi bernilai
tidak benar. Adanya contoh tertentu dari sebuah counterexample tidaklah
membuktikan bahwa proposisi gagal dipertahankan dalam semua contoh, tapi hal
ini membuktikan bahwa proposisi itu salah. Dalam logika matematika, sebuah
proposisi bernilai salah bila tidak benar untuk semua contoh yang masuk di
dalamnya.
D.
Mengajarkan
Siswa Bagaimana Untuk Membuktikan Teorema
Mengajarkan siswa bagaimana membuktikan
teorema tidaklah seperti mengajarkan mereka bagaimana untuk berpikir. Karena,
pembuktian teorema adalah aktivitas yang sangat bersifat individualis, dimana
tidak dapat dicapai dengan menggunakan algoritma, ini adalah proses yang sulit
untuk mengajarkan pada siswa. Walaupun pembuktian teorema sulit untuk diajarkan
dan bisa membuat frustasi untuk dipelajari, namun bukan untuk diabaikan pada
matematika sekolah menengah dan juga bukan untuk dilakukan pendekatan secara
asal (ceroboh).
Sebelum menyarankan strategi yang
berguna untuk mengajarkan siswa bagaimana membangun pembuktian, alangkah
baiknya untuk membahas beberapa strategi sederhana yang biasa digunakan di
dalam kelas matematika. Sejak pusat aktivitas dalam berbagai pelajaran geometri
sekolah menengah merupakan pembuktian teorema dank arena guru-gurugeometri
merasa wajib untuk memenuhi banyaknya jumlah materi, beberapa guru menggunakan
strategi sederhana dalam rangka mempercepat pembelajaran pembuktian. Siswa
belajar cukup alami dalam mengkonstruksi pembuktian secara perlahan dan kurang
efisien. Banyak dari pembuktian valid mereka yang tidak tersusun secara rapih,
walaupun ini alami. Pembuktian dari matematikawanpun tidak tersusun secara
rapih sampai mereka menuliskannya kembali untuk digunakan sebagai catatan
kuliah atau publikasi dalam buku atau jurnal. dalam upaya untuk siswa dapat
menulis pembuktian secara rapih dalam waktu singkat, beberapa guru membutuhkan
siswa untuk mengikuti daftar terurut dari instuksi ketika membuktikan teorema.
sebuah contoh daftar seperti berikut:
1.
Gambar
garis ke bawah di kertas anda dan tulis pernyataan pada sisi kiri dan alasan
pada sisi kanan.
2.
Beri
nomer pernyataan dan alasan.
3.
Pertama
pernyataan selalu diawali dengan “diberikan” , pada akhir pernyataan selalu
diberikan “untuk dibuktikan”.
4.
Setiap
alasan berupa aksioma, postulat, definisi, atau pembuktian teorema sebelumnya.
Masalah: menggunakan
sebuah strategi yang disusun untuk mengajar pembacanya bagaimana untuk
membangun pembuktian menurut mereka sendiri bedasarkan teorema yang spesifik.
Dia dimulai dengan menyatakan sebuah teorema dan memperkirakan sebuah
pernyataan sehingga pembaca dapat menggunakan teorema tersebut. Lalu mereka
mengatakan “berhenti membaca dan coba untuk buktikan teorema ini.” Jika pembaca
tidak bias membuktika teorema tersebut dan melanjutkan membaca, mereka menemukan
sebuah isyarat tentang jenis strategi apa yang akan digunakan dan mengatakan
untuk berhenti membacadan mencoba untuk membuktikannya lagi. Jika pembaca masih
tidak berhasil, mereka akan diberikan informasi tambahan seperti teorema
lainnya atau sebuah keadaan., yang dapat digunakan dalam membuktikan teorema
tersebut dan itu berarti membuat mereka untuk berhenti membaca dan mencobanya
lagi. Prosedur ini dan dilanjutkan sampai akhirnya pembaca mengerti pembuktian
dari teorema tersebut. Wickelgren tidak
mengira prosedur ini merupakan sebuah strategi untuk membuktikan sebuah
teorema., sebagai gantinya dia mengajarkan strategi untuk membantu orang yang
belajar tentang bagaimana membangun sebuah pembuktian. Pembaca yang kesulitan
dalam membuktikan sebuah teorema dan tidak sekedar mencoba untuk mengerti tiap
langkanya dalam pembuktian yang ditemukan oleh orang lain. Bagaimanapun, cukup
dengan bantuan yang diberikan untuk meyakinkan bahwa pembaca akan mengakhiri
sebuah pembuktian teorema.
Guru dapat
menggunakan strategi Wickelgren di dalam kelas ketika siswa memperlajari
prosedur mereka sendiri dalam membuktikan sebuah teorema. Strategi ini dapat
mencegah siswa untuk tidak bersemangat karena mereka melengkapi masing-masing
pembuktian dengan perbedaan yang banyak dari bantuan guru mereka. Contoh di
bawah ini merupaka ilustrasi bagaimana strategi ini dapat digunakan dalam kelas
matematika:
Guru : “buktikan bahwa
dua garis lurus dapat saling memotong tidak lebih di satu titik. Keadaan ini
dapat dibuktikan dengan menggunakan bentuk argument yang tidak langsung.”
(masing-masing
siswa memulai untuk bekerja dan mencari pembuktian. Setelah beberapa menit,
seorang siswa menjadi frustasi)
Student : “ Aku tidak bisa memulainya.”
Guru : “ kamu mungkin akan memulai
dengan asumsi bahwa dua garis akan berpotongan di satu titik. Hanya satu.”
(setelah
beberapa menit, siswa masih tidak dapat membuktikan teorema tersebut)
Siswa : “ Aku masih tidak bias
membuktikannya.”
Guru : “Apakah kamu memulai dengan
asumsi bahwa ada dua buah garis yang memotong pada paling tidak 2 titik?”
Siswa :”Tidak, Aku akan mencobanya.”
(siswa
masih tidak berhasil)
Siswa : “Aku tidak dapat
membuktikannya.”
Guru : “Apakah kamu tau bahwa jika
dua garis lurus saling memotong pada dua titik yang berbeda A dan B, maka ada
dua perbedaan pada garis lurus yang melewati titik A dan B.
Siswa : “OK, trus kenapa?”
Guru : “Tidakkah itu merupakan asumsi
yang berlawanan bahwa dua titik yang berbeda ditemukan hanya satu dan hanya
pada satu garis?”
Siswa : “Ya, tetapi bagaimana bias dua
titik di buat dari dua garis yang berbeda dan saling memotong?”
Guru : “Itu tidak bisa, yang berarti
bahwa kita tiba pada pertentangan.”
Siswa : “Sekarang apa yang harus aku
lakukan?”
Guru : “Coba untuk memahami sisa dati
pembuktian yang ada pada dirimu.”
(beberapa
menit terlewati)
Siswa : “Aku kira ini pertentangan yang
berarti teorema tersebut seharusnya benar, karena bukankah itu berarti kita
mendapatkan sesuatu yang tidak masuk akal?”
Guru
: “Benar! Dan itu apa yang
dimaskud pembuktian tidak langsung olehmu. Untuk membuktikan sebuah teorema
dengan metode ini, kamu mengasumsikan hipotesis itu benar dan mengasumsikan
bahwa kesimpulan itu salah. Itu saja. Kamu mengasumsikan kesimpulan yang
negative. Kemudian kamu mancoba untuk menentangnya. Pertentangan itu merupakan
hipotesis dan kesimpulan yang negative merupakan sesuatu yang tidak sesuai.
Jadi dengan argument yang menggunakan alogika secara tidak langsung, teorema
menjadi benar.”
Siswa : “Aku piker aku melihat apa yang
terjadi”
Guru : “Bagus, sekarang coba
tulliskan pembuktiannya sehingga orang lain dapat memahaminya.”
Keuntungan dari metode ini menawarkan peragaan sebuah pembuktian pada
papan tulis yang menarik. Ketika guru menggunakan pendekatan “coba sendiri
dengan bantuanku” , siswa harus
mengambil peran aktif dalam pembuktian teorema. Mereka tidak hanya duduk dan
menyaksikan sikap guru memperagakan pembuktian. Mungkin, sebuah nasihat yang
paling baik adalah guru dapat belajar bagaimana mengajarkan pembuktian teorema
dengan sabar. Pembuktian teorema itu kompleks, diperlukan aktivitas mental
tingkat tinggi untuk digunakan pada beberapa macam bentuk logika dari argument
dan beberapa fakta matematika, skill, konsep dan prinsip begitu juga dengan
perhatian kepada hubungan diantara semuanya dari bentuk argument dan objek
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Kapita
Selekta Pembelajaran Geometri Ruang Kelas VII dan IX di SMP, P4TK Matematika
Fredrick H. Bell, 1987, Teaching and Learning Mathematics (in Second School), USA: Wm. C.
Brown
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!