Saturday, December 8, 2012

Sebuah Model Belajar dan Pembelajaran untuk Pembuktian Teorema


A.    Pendahuluan
Menciptakan matematika yang baru dan menemukan hubungan dalam dan antara struktur matematika adalah kegiatan yang paling penting dari penelitian para matematikawan. Sejak validitas dari penemuan baru dan hubungan baru haruslah didemonstrasikan untuk kepuasan dari komunitas matematika, pembuktian teorema adalah pekerjaan ke-dua terpenting dari para matematikawan. Pentingnya pembuktian teorema dalam matematika tercermin dalam penekanan yang ditempatkan atas pembelajaran dari beberapa teknik-teknik pembuktian matematik di matematika sekolah menengah atas.
Mungkin ini tidaklah akurat untuk dikatakan bahwa alasan pokok dari pembelajaran geometri datar pada sekolah menengah adalah untuk mengajarkan siswa beberapa elemen-elemen dari argument-argumen deduktif yang digunakan dalam pembuktian matematik sebagaimana digunakan pada diskusi sehari-hari.
Meskipun banyak program matematika sekolah menyediakan pertimbangan dari pembuktian formal matematik untuk mata pelajaran geometri datar mereka, hamper semua siswa memiliki sebuah gagasan yang berdasarkan intuisi dari pembuktian sebelum mereka mempelajari geometri. Siswa memasuki mata pelajaran geometri datar dengan sebuah ide (berorientasi pada dirinya semata-pent) dari sebuah pembuktian seperti: “Jika saya telah yakin, maka proposisinya adalah benar atau jika proposisi berasal dari buku paket pasti benar.” Sedikit siswa memulai tingkat kedua dari sekolah menengah atas teliti konsep dari pembuktian, dan banyak siswa menyelesaikan geometri datar memahami sifat dari pembuktian matematik.
B.     Pembuktian
Sebelum mendiskusikan alasan kenapa pembuktian teorema harus diajarkan di sekolah menengah dan bagaimana siswa dapat belajar untuk melakukan pembuktian matematik yang valid, dapat meninjau dengan baik sifat dari pembuktian, dan macam-macam pembuktian matematik. Secara umum, sebuah pembuktian adalah sembarang argument atau presentasi dari bukti-bukti yang meyakinkan atau membujuk seseorang untuk menerima suatu keyakinan. Setidaknya enam kriteria yang dapat diidentifikasi untuk meyakinkan diri atau orang lain untuk menerima sebuah argumen sebagai pembuktian yang meyakinkan.
1.      Persoal experience
Salah satu tipe pembuktian adalah pengalaman seseorang. Cuaca di utara, turunnya salju pertama kali di awal tahun menyebabkan sebuah ketertarikan dan kegembiraan. Ketika salju pertama mulai jatuh, itu biasanya menjadi kejadian yang aneh di dalam kelas bagi seorang siswa untuk memberitahukan turunnya serpihan salju pertama, dan meneriakkan “Hey! Itu salju.” Yang menyebabkan siswa lainnya untuk melihat ke luar jendela dan memastikan bahwa itu benar-benar salju. Persoal experience dapat menjadi metode yang diterima untuk membuktikan informasi yang diterima secara spesifik, tetapi biasanya tidak dapat dibuktikan secara umum.
2.      Acceptane of authority
Acceptane of authority merupakan cara lain untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan. Kita menerima penilaian (pendapat) dari ahli pengobatan bahwa obat-obatan dapat secara efektif mengatasi penyakit dan beberapa kali kita menerima dunia pertelevisian mempromosikan bahwa obat-obatan itu akan menyembuhkan penyakit kita. Ada juga seorang ahli menyatakan bahwa kata yang tercetak dalam buku dan itu tidak mengejutkan (menarik perhatian) menyebabkan paling banyak siswa menerima kebenaran  apapun yang tercetak dalam buku mereka. Pada umumnya masyarakat juga menerima pernyataan apapun yang tercetak dalam Koran dan majalah. Kenyataannya, satu penjelasan untuk keberhasilan beberapa promosi (iklan) adalah harapan masyarakat untuk menerima informasi yang dipersembahkan oleh para ahli atau untuk menerima informasi yang ditemukan dalam pengalaman pribadi orang lain.
3.      Observations of intances
Beberapa orang menerima observations of intances sebagai argumen yang bersifat umum. Sebagai contoh, sebuah argumen dari pernyataan yang salah “kebanyakan guru tidak peduli dengan murid mereka” yang berlandaskan dari argumen “aku tahu seorang guru yang hanya mempedulikan tentang pengajaran adalah yang sangat menunggu hari turunnya gaji” merupakan sebuah contoh dari pembuktian jenis ini. Murid yang lebih muda dan bahkan banyak di murid sekolah tinggi (SMA) menggunakan observations of instances sebagai bukti yang bersifat umum. Jika dalam batas pengalaman mereka sebuah pernyataan yang kuat, maka mereka menerima pernyataan tersebut sebagai sebuah kebenaran.
4.      Lack of a counterexample
 Lack of a counterexample untuk sebuah argumen adalah sebuah metode keempat yang digunakan masyarakat untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan atau aturan. Siswa cenderung menggunakan metode ini  untuk membuktikan kebenaran metode mereka yang berbeda  agar dapat  menyelesaikan secara pasti masalah yang berkaitan. Jika tidak ada yang mampu untuk menemukan sebuah alasan dimana metode ini memberikan jawaban yang salah maka argument ini seharusnya menjadi aturan yang benar. Bahkan pakar matematikapun cenderung untuk menerima ke-validan dari sebuah dugaan dimana banyak pakar matematika tidak mampu untuk menemukan sebuah counter-example dalam beberapa tahun terakhir. Four-color-map menduga bahwa four colors are both necessary and sufficient for coloring all plane maps so that no two regions with a common boundary are the same color  merupakan sebuah contoh dalam situasi ini. Sejak tidak ada yang dapat membangun peta sebuah pesawat untuk menentang dugaan ini, banyak matematikawan berpikir bahwa itu merupakan kemungkinan yang benar.
5.      The usefulness of result
Metode kelima untuk membuktikan sebuah argument atau keadaan adalah dengan the usefulness of result. Sebuah bagian dari cabang matematika yang disebut persamaan diferensial yang dikembangkan di awal tahun 1900-an sebagai alat di bidang ilmu dan rekayasa (permesinan). Beberapa dari aturan yang dikembangkan untuk menyelesaikan persamaan diferensial, diterima dan digunakan karena mereka dapat menjadi penyelesaian untuk matematika pada masalah dibidang fisika. Bahkan tidak ada pembuktian matematika yang tidak valid secara principal menurut aturannya, mereka dipikirkan agar menjadi kebenaran karena mereka memberikan tujuan yang bermanfaat.
6.      Deductive argument
Metode keenam sebagai pembuktian, deductive argument, merupakan metode yang diterima denga baik dalam pembuktian matematika. Apabila ada sebuah pernyataan atau keyakinan yang berlandaskan pada salah satu dari kelima metode yang sebelumnya –personal experience, acceptance of authority, observations of instances, lack of a counter-example, dan usefulness of result- menyatakan salah maka yang argument terkuat ada pada deductive argument. Bagaimanapun, sebuah kesimpulan yang berlandaskan pada deductive argument dan menyatakan kebenaran maka hasilnya adalah benar.

C.    Pembuktuan Deduktif
Banyak dosen dari pasca sarjana matematika cenderung mengajarkan pada mahasiswanya untuk meyakini bahwa deductive argument merupakan satu-satunya yang harus dan layak diperhatikan dari jenis-jenis argument yang ada. Seperti tidak beralasan; faktanya, matematika merupakan satu-satunya tempat yang mempertimbangkan untuk menjadi satu-satunya metode pembuktian yang valid. Banyak prinsip dari bidang sosial dan politik kita mempunyai dasar pada personal experience dan acceptance of authority. Observations of instances dan lack of counter-examples merupakan metode yang valid untuk verifikasi dalam ilmu fisika, dan manfaat dari hasilnya dapat berlaku untuk prinsip-prinsip rekayasa (engineer). Daripada mencoba untuk mempromosikan bukti deduktif sebagai satu-satunya cara yang tepat sebagai alasan, lebih baik untuk menjelaskan kepada siswa bahwa sifat matematika dan cara yang tersturktur dapat membuat metode deduktif ini dapat diterima dalam bidang ini.  Pembuktikan metode deduktif serta lima pembuktian metode lainnya, memiliki keterbatasan tersendiri. Secara matematis, yang berdasarkan argument secara logis, hasil dalam menarik kesimpulan berasal dari asumsi. Jika kita mengasumsikan kebenaran dari hipotesis yang kita dapat, dengan menggunakan argument deduktif yang valid dapat membenarkan kesimpulan itu.
Rumus euqlid dalam bidang geometry menandakan dalam dunia matematika bahwa pembuktian secara deduktif merupakan tepat. Namun agak sedikit berlawanan untuk menemukan bahwa dalam bidang geometry juga memberikan contoh yang utama  untuk memutuskan sebuah asumsi. Ketika akhirnya para matematikawan berhenti untuk mencoba membuktikan teori Euqlid dan postulat serta kontradisksi yang berkaitan denga postulat, mereka membuat sebuah system matematika secara intern yang sangat berlawanan dengan banyak teorema penting dari teorema Euqlid. Bahkan sebagai system yang bertentangan dapat tumbuh secara serempak di beberapa Negara tanpa ada satupun system yang salah.
Sejak argument deductive merupakan argument yang dibangun dalam pembuktian matematika, mereka mendiskusikan secara detail  pada tahap ini. Sebelum mendiskusikan perbedaan dari argument deductive, istilah dari argument deductive harus didefinisikan terlebih dahulu. Pertama, kepastian istilah dan validitas yang mereka gunakan dalam bidang matematika harus dijelaskan. Kebenaran merupakan sebuah cirri dari pernyataan dan keabsahan merupakan cirri dari argument. Nilai kebenaran yang bernilai “benar” dan “salah” ditandai untuk pernyataan yang mengikuti menurut aturan logika atau konvensi yang berlaku. Nilai “benar” ditandai untuk pernyataan yang pada kenyataannya menggambarkan kebenaran dan disetujui berdasarkan pada penerimaan secara nyata. Seperti ketika aku duduk di tempatku menulis, aku dapat melihat ke luar jendela dan memperhatikan bahwa pohon-pohon mencetak bayangannya di atas salju. Pernyataan “pohon-pohon mencetak bayangannya di atas salju” merupakan kenyataan, penggambaran yang sebenarnya dalam kehidupan, jadi pernyataan ini memberikan nilai yang “benar”. Sejak tidak turun hujan, pernyataan “kini turun hujan” ditandai dengan nilai yang “salah”. Dalam geometry Euclid, pernyataan “melalui satu titik tertentu yang tidak terdapat pada garis, satu dan hanya satu garis saja yang dapat di bentuk sejajar dengan garis yang diketahui sebelumnya” merupakan sebuah persetujuan yang berdasarkan pada perhimpunan yang ditandai dengan nilai “benar”. Dalam system matematika yang tidak berlandaskan pada geometry Euclid, pernyataan yang sama ini memberikan nilai yang salah. Setiap system matematika yang berlandaskan pada sperangkat pernyataan yang unik (dalil), setiap satu yang dinyatakan bernilai benar. Meskipun pernyataan memiliki nilai benar atau salah, pernyataan tidak dicirikan sebagai valid dan tidak valid.
Validitas merupakan karakteristik dari argument yang disusun dari pernyataan. Sebuah argument dikatakan valid jika ia berlandaskan pada diterimanya prinsip dari implikasi yang dibangun dalam system logika yang formal. Contoh berikutnya dari argument akan membantu untuk menjelaskan definisi ini. Argument pertama merupakan sebua kevalidan argument karena itu merupakan contoh dari prinsip implikasi yang formal yang disebut modus ponens, yang diterima dalam matematika sebagai sebuah bentuk argument yang valid. Modus ponens beralaskan: p  adalah benar, dan jika , maka q bernilai benar. Argument kedua merupakan argument yang tidak valid karena ia bukan bentuk argument yang dapat diterima dalam system logika kita.
Argument 1
Pernyataan                                                                                               Nilai kebenaran
Bentuk geometri ini adalah persegi (premis)                                               benar
Jika sebuah persegi memiliki empat sudut siku-siku                                   benar
Bentuk ini memiliki empat sudut siku-siku(kesimpulan)                            benar

Argument 2
Ini bentuk belah ketupat (premis)                                                               benar
Jika ini sebuah belah ketupat, ia memiliki empat sisi sama panjang            benar
Jika ini sebuah persegi, ia memiliki empat sisi sama panjang          benar
Ini bentuk persegi (kesimpulan)                                                                  salah

Sekarang kita mendiskusikan metode pembuktian yang keenam, deductive argument, jenis argument yang sangat diterima dalam teorema pembuktian pada matematika. Sebuah deductive argument merupakan bentuk argument yang valid yang beroperasi pada seperangkat hipotesis yang dianggap memiliki nilai kebenaran yang valid sampai berakhir dengan seperangkat kesimpulan yang logis dari hipotesis tersebut. Bagi siswa dan bahkan untuk seorang ahli matematika, awalanya, merupakan sebuah kegiatan yang sulit ketika membuktikan teorema dalam memutuskan menjadi sebuah deductive argument  yang valid. Ada dua kategori umum dari pembuktian secara deductive –pembuktian dengan argument secara langsung dan pembuktian secara kontradiksi. Dalam pembahasan berikutnya akan disajikan Sembilan jenis pembuktian secara deduktif, tujuh dengan argument secara langsung dan dua secara kontradiksi.  Semua jenis pembuktian yang tercantum di bawah ini digunakan dalam sekolah lanjutan matematika.
Jenis dari pembuktian deduktif
A.    Pembuktian dengan argument langsung
1.      Modus ponens
2.      Transitivity
3.      Modus tollens
4.      Deduction theorem
5.      Contraposition
6.      Proof by cases
7.      Mathematical induction

B. Pembuktian secara kontradiksi
1.      Counter-example
2.      Indirect proof
1.      Modus ponens
Modus ponens merupakan jenis pembuktian deduktif yang paling mudah untuk dipahami siswa karena hanya memiliki tiga pernyataan. Struktur logika dari modus ponens dimana p dan q seperti pernyataan dibawah ini:
Jika p benar, dan
Jika p maka q, lalu
q adalah benar.
Symbol dari modus ponens 
Sebagai contoh dari pembuktian jenis ini, anggaplah bahwa seorang siswa ingin membuktikan bahwa grafik dari fungsi  dan  saling berpotongan. Argument ini tidak tepat dan tidak sesuai karena memperlihatkan dua persamaan pada koordinat yang berbentuk persegi panjang dan amati apakah mereka saling berpotongan satu sama lain. Argument yang lebih tepat yang juga merupakan argument yang valid adalah dengan menggunakan pembuktian modus ponens.
(p)        : kemiringan dari garis-garis ini adalah 1 dan 2, dan mereka berbeda.
: kita tahu bahwa jika persamaan linier mempunyai kemiringan yang berbeda, grafik mereka saling memotong.
(q)        : Maka, grafik dari kedua fungsi ini saling memotong.
Argument ini khusus berlaku karena merupakan contoh dari bentuk argument umum yang disebut modus ponen yang merupakan suatu bentuk argument yang valid.

2.      Transitif
Transivity diibaratkan seperti 
Sebagai contoh penerapan bentuk argument umum dari transitivity (yang dapat terbukti valid dalam system pelajaran logika kita) mengasumsikan bahwa teorema ini telah terbukti:
            Jika dua sudut dari satu segitiga masing-masing kongruen dengan dua sudut pada segitiga lainnya (p), maka ketiga sudut dari dua segitiga yang berbeda itu kongruen satu sama lain (q);
            Jika ketiga sudut dari kedua segitiga itu kongruen (q), maka segitiga-segitiga itu merupakan segitiga yang sebangun (r).
Lalu, teorema berikut berlaku:
            Jika dua sudut dari segitiga adalah kongruen pada dua sudut segitiga yang lain (p), maka segitiga-segitiga itu kongruen (r).
Argument di atas mengikuti dari argument transitivity  dan  maka .
3.      Modus Tollenns
Bentuk argument modus tollens agak lebih sulit bagi siswa untuk memahami dan diterapkan dari pada bentuk modus ponens dan transitivity. Bentuk dari argument modus tollens adalah:
Jika  adalah benar, dan
Jika negasi dari q adalah benar, maka
Negasi dari p adalah benar.
Symbol dari bentuk modus tollens adalah
Sebagai contoh dalam penggunaan bentuk modus tollens dalam teori bilangan aritmatik, dipertimbangkan argument dibawah ini yang digunakan dalam teorema ini:
Jika n merupakan bilangan genap, maka n2 merupakan sebuah bilangan genap juga.
 : jika n merupakan bilangan genap maka n2 merupakan bilangan genap (benar)
    : itu menunjukkan bahwa beberapa angka k2 bukan merupakan bilangan genap. (benar)
    : karena itu, kesimpulan yang dapat digambarkana bahwa k bukan merupakan bilangan genap.
Satu bukti bahwa  merupakan bilangan irrasional menggunakan argument ini tentang bilangan genap .
4.      Deduction theorem
Deduction theorem yang jarang dijelaskan kepada siswa geometry, diginakan sebagai dasar yang paling terbukti dalam lingkup geometry. Meskipun arugumen ini valid tetapi menjadi batu sandungan dalam lingkup geometry, banyak guru di sekolah tinggi geometry yang tidak hanya gagal untuk menjelaskannya, tetapi juga gagal untuk membuktikannya. Deduction theorem dapat dinyatakan sebagai berikut:
            Jika dari sebuah asumsi p dan a
            Pernyataan yang benar dimisalkan q1, q2, q3, …., qn.
            Dimungkinkan untuk menyimpulkan r, lalu
            Dimungkinkan untuk menyimpulkan p maka r dari q1, q2, q3, …., qn.

Symbol dari deduction theorem adalah:
Ketika menerapkan deduction theorem untuk membuktikan suatu teorema dalam geometry, argument berikut dapat digunakan:
            Jika hipotesis teorema dan seperangkat pernyataan yang terbukti kebenarannya (teorema aksioma, postulat, definisi, dan lainnya) yang merupakan pernyataan dari sebuah pembuktian, hasil kesimpulan, maka seperangkat pernyataan yang benar menghasilkan implikasi bahwa hipotesis dari teorema menyirakan sebagai sebuah teorema yang sebenarnya.
Jika keabsahan deduction theorem belum ditetapkan, bukti-bukti geometri akan tidak valid juga. Dalam pembuktian geometry seseorang tidak mencoba untuk membuktikan kesimpulannya saja, tetapi seluruh  bagian dari teorema itu harus dibuktikan, sebagai contoh dengan membuktikan hal berikut:
Kongruen, secara berurutan, pada dua kaki dari sudut siku-siku (p), maka segitiga tersebut merupakan segitiga yang kongruen (r). untuk membuktikan keadaan ini, dibutuhkan sebuah bukti bahwa . Agar dapat mempersingkat diskusi dari pembuktian dari keadaan ini, dua segitiga siku-siku digambarkan pada gambar.









 











Untuk membuktikan teorema ini diutamakan untuk menggunakan deductive theorem.
Pertama, sisi a kongruen dengan sisi a’ dan sisi b kongruen dengan sisi b’. yang diasumsikan dalam hipotesis. (ini pernyataan yang benar dimana p dalam perwakilan symbol teorema deduktif kita). Selanjutnya, sudut C kongruen dengan sudut C’ karena semua sudut siku-siku adalah sama besar. (Ini pernyataan yang benar sebagai q1)
Selanjutnya, segitiha ABC  kongruen dengan segitiga A’B’C’ karena jika dua sisi dan dua sudut dari kedua segitiga itu sama dan kongruen, maka kedua segitiga itu merupakan segitiga yang kongruen. (Ini pernyataan yang benar sebagai (p,q1)r.)
Terakhir,berdasarkan teorema deduktif di atas, pernyataan sebelumnya (p,q1)r, menunjukkan bahwa jika dua sisi dari satu segitiga siku-siku adalah kongruen, secara berurutan maka kedua sisi yang lain dari segitiga siku-siku pun demikian. Maka segitiga tersebut merupakan segitiga yang kongruen; yang ditunjukkan pada (p,q1)r menghasilkan
Itu menunjukkan dengan jelas bahwa pada langkah akhir membutuhkan pembuktian secara logika bahwa p memang menyiratkan r.  Langkah sebelumnya membuktikan bahwa p dan  bersama-sama menyatakan secara tidak langsung tentang r, tetapi bukan berarti bahwa p sendiri yang menyiratkan tentang r. Deductive theorem memungkinkan untuk membuat pernyataan akhir yang merupakan sebuah keadaan dimana kita menyebutnya sebagai sebuah bukti.
Langkah akhir dimana deductive theorem yang seharusnya mencakup pembuktian dari jenis ini, bukan sebagai rongga latihan dalam keketatan tetapi sebagai kebutuhan logis dan sebagai bantuan dalam menolong siswa  untuk mengerti pondasi logis dari sebuah pembuktian.
5.      Contraposition
Bentuk argument dari contraposition terkadang diajarkan seperti pembuktian secara tidak langsung. Ini tidak benar. Contraposition merupakan sebuah pembuktian secara langsung yang valid dari deductive argument yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika negasi dari q diimplikasikan pada negasi dari p, maka implikasi q. symbol dari contraposition adalah
Setiap keadaan  mempunyai kontraposisi  dan terkadang ini menjadi lebih mudah untuk dibuktikan secara kontraposisi daripada dengan keadaannya sendiri. Sekali kontraposisi sudah terbukti, validitas argument yang menyatakan bentuk pertentangan maka akan ditetapkan kebenarannya pada suatu keadaan. Kontrapositif dari teorema “jika kedua dari sisi yang berpasangan dari sisi yang berlawanan dari segi empat adalah kongruen, maka segi empat tersebut adalah sebuah jajaran genjang” merupakan “jika sebuah segi empat buka merupakan jajaran genjang, maka kedua dari sisi yang berpasangan dari sisi yang berlawanan tidaklah kongruen.”
Sebagai contoh untuk membuktikan teorema geometry yang menggunakan argument contraposition, cenderung menggunakan teorema ini: Jika dua garis yang yang membentuk sudut yang kongruen dengan sebuah transversal, maka mereka merupakan garis yang saling sejajar. Teorema ini dapat dibuktikan secara langsung dengan membentuk sebuah garis bantuan dan menggunakan teorema deduktif; itu bisa dibuktikan dengan menggunakan metode tidak langsung, yang akan didiskusikan nanti, dan itu bias dibuktikan menggunakan kontraposisi. Untuk menjelaskan argument kontraposisi, teorema ini akan menggunakan kontraposisi.
Teorema            : jika dua buah garis saling kongruen dan membentuk sudut dengan saling menyilang (p) maka kedua garis itu saling sejajar (q).
Kontraposisi      : jika dua buah garis tidah saling sejajar  maka mereka tidak kongruen dan membentuk sudut yang saling menyilang .
Kontraposisi dapat dibuktikan dengan menggunakan deduction theorem. Untuk membantu dalam diskusi, kita akan menunjukkannya pada gambar 6.2
Figure 6.2
Garis I dan I’ tidak sejajar dengan asumsi sebagai ; akibatnya mereka tidak akan mengikuti definisi dari garis yang sejajar . Segitiga ABC akan dibentuk oleh dua garis yang tidak sejajar yaitu I dan I’ dan menyilang t . Tetapi, sudut 1 merupakan bagian luar dari sudur ABC dan sudut 2 merupakan bagian dalam dari segitiga ABC . Sudut 1 lebih besar dari pada sudut 2 . Sudut 1 dan 2 merupakan bagian dalam dari sudut . Karena itu sudut bagian dalam tidaklah kongruen . Akibatnya . Sehingga dengan menggunakan deductive theorem, jika dua garis tidak sejajar, maka mereka tidak membentuk sudut yang kongruen secara menyilang; itu berarti, ketika  maka  dengan kontraposisi, jika dua buah garis dibangun secara kongruen oleh sudut dalam dan saling menyilang (p) maka mereka saling sejajar (q); itu berarti .
 Symbol yang digunakan untuk menggambarkan pernyataan dan implikasi seluruhnya dari pembuktian ini termasuk ilustrasi logis dari deductive theorem dan contraposition. Dengan demikian, symbol ini tidak dibutuhkan untuk pembuktian dan tidak seharusnya dipelajari oleh siswa ketika mereka mempelajari tentang pembuktian. Symbol-simbol hanya membantu siswa yang mempelajari beragam bentuk validitas argument yang di gunakan (tetapi tidak dinyatakan) dalam pembuktian teorema.
6.      Pembuktian dengan Kasus
Pembuktian dengan kasus adalah bentuk logika yang relative mudah bagi kebanyakan siswa untuk diikuti karena tampak bagi mereka untuk dihubung kan dengan intuisi, namun tidak valid, prosedur dari berargumen berdasarkan contoh-contoh. Ada sejumlah prinsip-prinsip dalam aritmatika, aljabar, geometri, dan trigonometri yang dapat dibuktikan (yang terbaik) melalui kasus-kasus, yang valid, bentuk logis dari arrgumen. Bentuk argument ini dapat ditetapkan mengikuti: Jika setiap dari beberapa hipotesis menghasilkan kesimpulan benar yang sama, maka disjungsi dari semua hipotesis menghasilkan kesimpulan yang sama. Contohnya, jika p1 mengakibatkan q, dan p2 mengakibatkan q, dan p3 mengakibatkan q, maka (p1 atau p2 atau p3) mengakibatkan q. pembuktian dengan kasus dapat dituliskan dengan:
Dimana “” bermakna “atau”.
Sejak , dimana x adalah bilangan real, adalah terdefinisi dengan kasus, seperti  dan  melibatkan penggunaan argument deduktif dari pembuktian dengan kasus. Dalam geometri pembuktian dari teorema “besar ukuran sebuah sudut inscribed dalam sebuah lingkaran adalah satu setengah kali besar ukuran dari busur intercepted-nya” dapat dibuktikan dengan mempertimbangkan tiga kasus -kasus dimana pusat dari lingkaran dalam sudut  inscribed, dimana titik pusat lingkaran di luar sudut inscribed, dan kasus dimana titik pusat bertepatan dengan titik pada garis dari sudut inscribed. Dalam trigonometri, aturan kosinus dibuktikan dengan kasus. Secara umum, kebanyakan proposisi dalam matematika yang berdasarkan pada sebuah definisi dari suatu konsep yang didefinisikan dengan kasus-kasus adalah kandidat/calon untuk dibuktikan dengan kasus.
7.      Induksi Matematik
Istilah induksi matematik itu menyesatkan karena bentuk pokok argumen pembuktian induksi adalah sebuah bentuk deduksi. Bentuk logis yang valid dari induksi matematik biasanya ditujukan pada siswa langsung setelah mereka yakin, baik karena kekuasaan (paksaan) atau logikla, berdasarkan contoh pembuktian itu adalah sebuah bentuk yang tidak valid dari argumen. Meskipun sebuah pembuktian induktif bukanlah pembuktian berdasarkan contoh, memang terlihat demikian bagi banyak siswa ketika mereka melihat untuk digunakan pada pertama kalinya.
Prinsip dari induksi matematik digunakan untuk membuktikan bahwa proposisi-proposisi bernilai benar untuk semua himpunan dari bilangan asli (dan pada beberapa kasus untuk sebuah subset tak-hingga dari bilangan asli seperti semua bilangan asli yang lebih dari enam atau semua bilangan asli yang genap). Pembuktian induktif dari sebuah teorema yang benar untuk semua himpunan dari bilangan asli berjalan sebagai berikut: Ini adalah demonstrasi bahwa teorema berlaku untuk n = 1; dan ini mendemonstrasikan bahwa asusmsi tentang teorema berlaku untuk k mengakibatkan bahwa teorema berlaku untuk k + 1.
Beberapa siswa gagal untuk memahami validitas dari pembuktian menggunakan induksi karena bagi mereka ini tampak bahwa sebuah teorema dibuktikan dengan melihat pada hanya dua contoh dari teorema, contoh ketika n = 1 dan sebuah contoh lain k, dimana k adalah lebih dari satu. Beberapa guru telah menemukan bahwa sebuah analogi dapat membuat pembuktian induktif tampak lebih masuk akal bagi siswa. Anggap ada sebuah tangga dengan jumlah anak tangga tak berhingga. Kita ingin tahu bila rentang/jarak antar anak tangga itu memungkinkan untuk dipanjat pada berapa pun tinggi tangga. Jika kita tahu secara pasti bahwa anak tangga pertama adalah cukup dekat dengan tanah untuk digapai dan bahwa memungkinkan untuk menggapai anak tangga manapun yang lebih tinggi dari anak tangga di bawahnya, maka kita dapat mengasumsikan bahwa ini adalah memungkinkan untuk memanjat anak tangga manapun pada tangga tersebut. Bentuk argumen dari induksi matematik untuk sebuah aturan, himbunan N tak berhingga dari bilangan asli dapat dinyatakan dengan;
Sehingga jika bilangan asli pertama pada himpunan memiliki sifat P dan jika implikasi sifat P untuk bilangan ke-k dalam himpunan implikasi sifat P untuk bilangan k + 1 dalam himpunan berlaku untuk setiap k , maka setiap bilangan n dalam himpunan memiliki sifat P.
Pertanyaan berulang yang ditanyakan oleh banyak siswa adalah: “Bila k tidak memiliki sifat P, kemudian bagaimana?” Jawabannya adalah satu yang tidak perlu dikhawatirkan apakah k memiliki sifat P atau tidak. Satu yang dikhwatirkan adalah untuk menunjukkan bahwa implikasi ­ berlaku untuk setiap k anggota dari N.
Walaupun ada tipe-tipe lain dari pembuktian deduktif langsung, tujuh tipe yang telah dibahas adalah pembuktian langsung yang utama yang digunakan dalam pembuktian di sekolah menengah. Harus ditekankan bahwa banyak pembuktian dari teorema dalam matematika membutuhkan kegunaan dari berbagai kombinasi ke tujuh bentuk argumen deduktif dalam setiap pembuktian. Tujuan dari menghadirkan setiap bentuk argumen dalam bentuk “paling murni” adalah bukan bermaksut untuk menyarankan bahwa setiap argumen haruslah digunakan khususnya pada setiap pembuktian spesifik dari sebuah teorema. Setiap argumen disajikan dalam isolasi relative dari argumen lain dalam rangka untuk membuat bentuk logis menjadi nyata. Walaupun ini menyimpulkan pembahasan kita tentang pembuktian deduktif dengan argumen langsung. Dua tipe dari pembuktian deduktif dengan kontradiksi akan dibahas di bawah –pembuktian dengan counterexample dan pembuktian tak langsung.
8.      Pembuktian dengan Counterexample
Dalam sebuah kepekaan pembuktian dengan counterexample adalah bentuk langsung dari argumen deduktif. Sebuah counterexample dapat digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa generalisasi yang salah adalah memang salah. Dari sudut pandang lain, pembuktian dengan counterexample adalah pembuktian dengan kontradiksi karena sebuah proposisi umum dilawan/dikontradiksikan (ditunjukkan kesalahannya) dengan menunjukkan contoh negative dari proposisinya.
Bentuk argumen untuk pembuktian dengan counterexample mengikuti; sebuah konjektur dibuat sehingga semua elemen dari himpunan S yang ditetapkan memiliki sifat P tertentu, kemudian sebuah elemen x anggota S ditemukan yang tidak memiliki sifat P. Sehingga, disimpulkan bahwa tidak semua elemen dari S memiliki sifat P, dimana hal inikontradiksi dengan konjektur, maka konjektur bernilai salah.
Dalam simbol bentuk argumen counterexample adalah:
Konjektur        :
Contoh Negatif:  dan
Kesimpulan       :
Banyak siswa mempertanyakan validitas dari pembuktian dengan counterexample setelah membandingkan bentuk argumen ini dengan bentuk deduktif langsung yang telah mereka gunakan. Siswa akan berargumen seperti berikut:
Untuk membuktikan sebuah teorema itu benar, kita harus menunjukkan bahwa teorema itu harus berlaku untuk semua contoh. Tapi, untuk membuktikan bahwa sebuah proposisi itu salah kita hanya cukup untuk memmbuktikan bahwa tidak benar untuk satu contoh saja. Hal ini tidaklah masuk akal.
Baca setiap pernyataan berikut dan tentukan apakah bernilai benar atau salah. Himpunan yang dipertanyakan adalah S = {1, 2, 4, 6} dan sifat yang dipertimbangkan adalah bilangan asli yang genap.
Pernyataan 1. Elemen himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan2. Setiap elemen dari himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan 3. Beberapa elemen dari himpunan S adalah bilangan genap.
Pernyataan 4. Pernyataan “Jika sebuah elemen dari himpunan S, maka elemen tersebut adalah bilangan genap.” Adalah sebuah proposisi.
Pernyataan 5. Proposisi pada pernyataan 4 adalah benar.
Apakah pernyataan 1itu benar atau salah tidak dapat ditentukan karena tidak jelas batasan/kuantornya.
Pernyataan 2 adalah salah karena  dan 1 bukanlah bilangan genap.
Pernyataan 3 adalah benar karena himpunan S mengandung bilangan genap 2, 4, dan 6.
Pernyataan 4 adalah benar karena pernyataan dalam kutipan (tanda petik) adalah bagian dari pernyataan 4 yang merupakan proposisi.
Pernyataan 5 adalah salah karena proposisi dalam pernyataan 4 adalah tidak benar. Proposisi pada pernyataan 4 salah karena berdampak bahwa semua anggota dari himpunan S adalah genap; bagaimanapun kuantor setiap yang dituliskan pada pernyataan 2 hanya berdampak dalam proposisi yang ada di pernyataan 4.
Poin pertama yang tampak di sini terkadang diperlukan untuk menentukan apakah dampak dari kuantor itu sebelum mencoba membuktikan atau membantah sebuah proposisi. Poin kedua adalah pembuktian counterexample adalah sebuah argumen dimana proposisi bernilai tidak benar. Adanya contoh tertentu dari sebuah counterexample tidaklah membuktikan bahwa proposisi gagal dipertahankan dalam semua contoh, tapi hal ini membuktikan bahwa proposisi itu salah. Dalam logika matematika, sebuah proposisi bernilai salah bila tidak benar untuk semua contoh yang masuk di dalamnya.


D.    Mengajarkan Siswa Bagaimana Untuk Membuktikan Teorema
Mengajarkan siswa bagaimana membuktikan teorema tidaklah seperti mengajarkan mereka bagaimana untuk berpikir. Karena, pembuktian teorema adalah aktivitas yang sangat bersifat individualis, dimana tidak dapat dicapai dengan menggunakan algoritma, ini adalah proses yang sulit untuk mengajarkan pada siswa. Walaupun pembuktian teorema sulit untuk diajarkan dan bisa membuat frustasi untuk dipelajari, namun bukan untuk diabaikan pada matematika sekolah menengah dan juga bukan untuk dilakukan pendekatan secara asal (ceroboh).
Sebelum menyarankan strategi yang berguna untuk mengajarkan siswa bagaimana membangun pembuktian, alangkah baiknya untuk membahas beberapa strategi sederhana yang biasa digunakan di dalam kelas matematika. Sejak pusat aktivitas dalam berbagai pelajaran geometri sekolah menengah merupakan pembuktian teorema dank arena guru-gurugeometri merasa wajib untuk memenuhi banyaknya jumlah materi, beberapa guru menggunakan strategi sederhana dalam rangka mempercepat pembelajaran pembuktian. Siswa belajar cukup alami dalam mengkonstruksi pembuktian secara perlahan dan kurang efisien. Banyak dari pembuktian valid mereka yang tidak tersusun secara rapih, walaupun ini alami. Pembuktian dari matematikawanpun tidak tersusun secara rapih sampai mereka menuliskannya kembali untuk digunakan sebagai catatan kuliah atau publikasi dalam buku atau jurnal. dalam upaya untuk siswa dapat menulis pembuktian secara rapih dalam waktu singkat, beberapa guru membutuhkan siswa untuk mengikuti daftar terurut dari instuksi ketika membuktikan teorema. sebuah contoh daftar seperti berikut:
1.      Gambar garis ke bawah di kertas anda dan tulis pernyataan pada sisi kiri dan alasan pada sisi kanan.
2.      Beri nomer pernyataan dan alasan.
3.      Pertama pernyataan selalu diawali dengan “diberikan” , pada akhir pernyataan selalu diberikan “untuk dibuktikan”.
4.      Setiap alasan berupa aksioma, postulat, definisi, atau pembuktian teorema sebelumnya.

Masalah: menggunakan sebuah strategi yang disusun untuk mengajar pembacanya bagaimana untuk membangun pembuktian menurut mereka sendiri bedasarkan teorema yang spesifik. Dia dimulai dengan menyatakan sebuah teorema dan memperkirakan sebuah pernyataan sehingga pembaca dapat menggunakan teorema tersebut. Lalu mereka mengatakan “berhenti membaca dan coba untuk buktikan teorema ini.” Jika pembaca tidak bias membuktika teorema tersebut dan melanjutkan membaca, mereka menemukan sebuah isyarat tentang jenis strategi apa yang akan digunakan dan mengatakan untuk berhenti membacadan mencoba untuk membuktikannya lagi. Jika pembaca masih tidak berhasil, mereka akan diberikan informasi tambahan seperti teorema lainnya atau sebuah keadaan., yang dapat digunakan dalam membuktikan teorema tersebut dan itu berarti membuat mereka untuk berhenti membaca dan mencobanya lagi. Prosedur ini dan dilanjutkan sampai akhirnya pembaca mengerti pembuktian dari teorema tersebut.  Wickelgren tidak mengira prosedur ini merupakan sebuah strategi untuk membuktikan sebuah teorema., sebagai gantinya dia mengajarkan strategi untuk membantu orang yang belajar tentang bagaimana membangun sebuah pembuktian. Pembaca yang kesulitan dalam membuktikan sebuah teorema dan tidak sekedar mencoba untuk mengerti tiap langkanya dalam pembuktian yang ditemukan oleh orang lain. Bagaimanapun, cukup dengan bantuan yang diberikan untuk meyakinkan bahwa pembaca akan mengakhiri sebuah pembuktian teorema.
Guru dapat menggunakan strategi Wickelgren di dalam kelas ketika siswa memperlajari prosedur mereka sendiri dalam membuktikan sebuah teorema. Strategi ini dapat mencegah siswa untuk tidak bersemangat karena mereka melengkapi masing-masing pembuktian dengan perbedaan yang banyak dari bantuan guru mereka. Contoh di bawah ini merupaka ilustrasi bagaimana strategi ini dapat digunakan dalam kelas matematika:
Guru      : “buktikan bahwa dua garis lurus dapat saling memotong tidak lebih di satu titik. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan menggunakan bentuk argument yang tidak langsung.”
(masing-masing siswa memulai untuk bekerja dan mencari pembuktian. Setelah beberapa menit, seorang siswa menjadi frustasi)
            Student           : “ Aku tidak bisa memulainya.”
Guru                : “ kamu mungkin akan memulai dengan asumsi bahwa dua garis akan berpotongan di satu titik. Hanya satu.”
(setelah beberapa menit, siswa masih tidak dapat membuktikan teorema tersebut)
Siswa               : “ Aku masih tidak bias membuktikannya.”
Guru                : “Apakah kamu memulai dengan asumsi bahwa ada dua buah garis yang memotong pada paling tidak 2 titik?”
Siswa               :”Tidak, Aku akan mencobanya.”
(siswa masih tidak berhasil)
Siswa               : “Aku tidak dapat membuktikannya.”
Guru                : “Apakah kamu tau bahwa jika dua garis lurus saling memotong pada dua titik yang berbeda A dan B, maka ada dua perbedaan pada garis lurus yang melewati titik A dan B.
Siswa               : “OK, trus kenapa?”
Guru                : “Tidakkah itu merupakan asumsi yang berlawanan bahwa dua titik yang berbeda ditemukan hanya satu dan hanya pada satu garis?”
Siswa               : “Ya, tetapi bagaimana bias dua titik di buat dari dua garis yang berbeda dan saling memotong?”
Guru                : “Itu tidak bisa, yang berarti bahwa kita tiba pada pertentangan.”
Siswa               : “Sekarang apa yang harus aku lakukan?”
Guru                : “Coba untuk memahami sisa dati pembuktian yang ada pada dirimu.”
(beberapa menit terlewati)
Siswa               : “Aku kira ini pertentangan yang berarti teorema tersebut seharusnya benar, karena bukankah itu berarti kita mendapatkan sesuatu yang tidak masuk akal?”
Guru                : “Benar! Dan itu apa yang dimaskud pembuktian tidak langsung olehmu. Untuk membuktikan sebuah teorema dengan metode ini, kamu mengasumsikan hipotesis itu benar dan mengasumsikan bahwa kesimpulan itu salah. Itu saja. Kamu mengasumsikan kesimpulan yang negative. Kemudian kamu mancoba untuk menentangnya. Pertentangan itu merupakan hipotesis dan kesimpulan yang negative merupakan sesuatu yang tidak sesuai. Jadi dengan argument yang menggunakan alogika secara tidak langsung, teorema menjadi benar.”
Siswa               : “Aku piker aku melihat apa yang terjadi”
Guru                : “Bagus, sekarang coba tulliskan pembuktiannya sehingga orang lain dapat memahaminya.”
Keuntungan dari metode ini menawarkan peragaan sebuah pembuktian pada papan tulis yang menarik. Ketika guru menggunakan pendekatan “coba sendiri dengan bantuanku” ,  siswa harus mengambil peran aktif dalam pembuktian teorema. Mereka tidak hanya duduk dan menyaksikan sikap guru memperagakan pembuktian. Mungkin, sebuah nasihat yang paling baik adalah guru dapat belajar bagaimana mengajarkan pembuktian teorema dengan sabar. Pembuktian teorema itu kompleks, diperlukan aktivitas mental tingkat tinggi untuk digunakan pada beberapa macam bentuk logika dari argument dan beberapa fakta matematika, skill, konsep dan prinsip begitu juga dengan perhatian kepada hubungan diantara semuanya dari bentuk argument dan objek matematika.
















 

DAFTAR PUSTAKA
Kapita Selekta Pembelajaran Geometri Ruang Kelas VII dan IX di SMP, P4TK Matematika
Fredrick H. Bell, 1987, Teaching and Learning Mathematics (in Second School), USA: Wm. C. Brown 

No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru