Saturday, December 8, 2012

Contextual Teaching and Learning with REACT Strategy



1.    Pengertian CTL dan Pengembangannya
Apakah Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual? Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001).
Saat ini banyak sekolah di Amerika Serikat yang mengadopsi prinsip-prinsip CTL. Sebenarnya konsep pembelajaran kontekstual bukan konsep baru. Konsep ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan kurikulum dan metodologi pengajaran sangat erat hubungannya dengan minat dan pengalaman siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya dan ada hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (pengalaman nyata). Selanjutnya diikuti oleh Katz (1981) dan Howey & Zipher (1989). Ketiga pakar terakhir ini menyatakan bahwa program pembelajaran bukanlah sekedar deretan satuan pelajaran. Agar pembelajaran menjadi efektif, guru harus menjelaskan dan mempunyai pandangan yang sama tentang beberapa konsep dasar seperti peran guru, hakikat pengajaran dan pembelajaran, serta misi sekolah dalam masyarakat. Apabila guru menyepakati bahwa ketiga konsep tersebut bermuara pada Contextual Teaching and Learning, barulah Contextual Teaching and Learning akan berhasil baik.

Tujuh Komponen CTL
1)    KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
·        Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal.
·        Pembelelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2)      MENEMUKAN (INQUIRY)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
·      Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
·      Siswa belajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis
Siklus inkuiri :
a.    Obsevasi (Observation)
b.    Bertanya (questioning)
c.     Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d.    Pengumpulan data (Data gathering)
e.     Penyimpulan (Conclussion)
3)      BERTANYA (QUESTIONING)
·      Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
·      Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya  berguna untuk :
a)    menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
b)     mengecek pemahaman siswa
c)     membangkitkan respon kepada siswa
d)   mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
e)     mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f)     menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g)    untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari  siswa
h)    untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa

4)       MASYARAKAT BELAJAR (LEARNING COMMUNITY)
   Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama  dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “Bagaimana caranya? tolong bantu aku!” Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
·      Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
·      Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
·      Tukar pengalaman dan berbagai ide

5)      PEMODELAN (MODELLING)
   Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.
·      Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
·      Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6)      REFLEKSI (REFLECTION)
 Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
·         Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
·         Mencatat apa yang telah dipelajari
·         Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7)      PENILAIAN YANG SEBENARNYA (AUTHENTIC ASSESSMENT)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
·      Mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa
·      Penilaian produk
·      Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

2.    Pendekatan Belajar Kontekstual
Belajar kontekstual adalah suatu konsep yang telah terbuktikan yang memasukkan banyak sekali penelitian terkini dalam sains kognitif. Konsep ini juga merupakan suatu reaksi terhadap teori-teori yang mendasar bagi para behavioris yang telah mendominasi dunia pendidikan di Amerika Serikat selama beberapa dekade. Pendekatan kontekstual memandang belajar sebagai proses yang bersifat kompleks dan multi-segi yang jauh melampaui metodologi-metodologi stimulus-dan-respon yang berorientasi drill.
Berdasarkan teori belajar kontekstual, belajar terjadi hanya bila para siswa (pelajar) memproses informasi baru atau pengetahuan dalam suatu cara sedemikian hingga informasi baru atau pengetahuan itu bermakna (dipahami) bagi mereka dalam kerangka-kerangka acuan mereka sendiri (alam-alam "dalam" dari ingatan, pengalaman, dan respon mereka sendiri). Pendekatan belajar mengajar ini berasumsi bahwa pikiran secara alamiah mencari makna dalam konteks-maksudnya, sehubungan dengan lingkungan saat ini dari seseorang dan bahwa pikiran melakukannya dengan mencari hubungan-hubungan yang bermakna dan ternyata berguna.
Berlandaskan pemahaman itu, teori belajar kontekstual berfokus pada aspek yang banyak dari sebarang lingkungan belajar, baik itu adalah sebuah ruang kelas, Iaboratorium, lab komputer, situs kerja, maupun sebuah ladang gandum. Teori ini mendorong para edukator untuk memilih dan/atau merancang lingkungan-lingkungan belajar yang memasukkan sebanyak mungkin bentuk pengalaman yang berbeda-sosial, kultural, fisik, dan psikologis dalam bekerja menuju hasil-hasil belajar yang diinginkan.

A.    Apakah Anda Mengajarkan Matematika secara Kontekstual?
Selesaikan uji-diri di bawah ini dan renungkan.
Standar-standar berikut hadir dalam kadar berlainan dalam hampir semua teks. Disisi lain, pembelajaran kontekstual kaya akan kesepuluh standar tersebut
1.         Apakah konsep-konsep baru disajikan dalam situasi-situasi dan pengalaman-pengalaman kehidupan nyata (di luar ruang kelas) yang tidak asing lagi bagi para siswa?
2.         Apakah konsep-konsep dalam contoh dan latihan siswa disajikan dalam konteks guna dari konsep-konsep itu?
3.         Apakah konsep-konsep baru disajikan dalam konteks apa yang telah diketahui siswa?
4.         Apakah contoh-contoh dan latihan-latihan siswa meliputi banyak situasi pemecahan masalah yang nyata dan terpercaya, yang dapat dikenali siswa sebagai penting untuk kehidupan mereka saat ini atau kehidupan yang mungkin di masa depan?
5.         Apakah contoh-contoh dan latihan-Iatihan siswa menanamkan sikap yang mengatakan, "Aku perlu mempelajari ini"?
6.         Apakah para siswa mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri ketika mereka dipandu dalam penemuan konsep-konsep penting?
7.         Apakah kesempatan-kesempatan dihadirkan kepada para siswa untuk mengumpulkan dan menganalisis data mereka sendiri untuk pengayaan dan penugasan?
8.         Apakah pertemuan pelajaran dan aktivitas-aktivitas mendorong siswa untuk menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks-konteks yang berguna. mengarahkan siswa ke masa depan yang dibayangkannya (misalnya, karier-karier yang mungkin) serta lokasi-lokasi yang masih asing baginya (misalnya, tempat kerja)?
9.         Apakah para siswa diharapkan untuk rutin berpartisipasi dalam grup-grup interaktif di mana mereka berbagi, berkomunikasi, dan memberikan respon tentang konsep-konsep penting serta membuat keputusan?
10.     Apakah pertemuan pelajaran, latihan, dan aktifitas laboratorium meningkatkan juga skill membaca dan skill-skill komunikasi lainnya dalam diri siswa selain dari penalaran dan pencapaian matematis?

Di dalam lingkungan seperti demikian, para siswa menemukan hubungan-hubungan yang bermakna di antara idea-idea abstrak dan aplikasi-aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep-konsep diintemalisasi melalui proses menemukan, memperkuat, dan menghubungkan. Misalnya. sebuah kelas fisika yang sedang mempelajari konduktifitas panas dapat mengukur bagaimana kualitas dan kuantitas bahan tembok sebuah bangunan mempengaruhi energi yang dipenukan untuk memanaskan atau mendinginkan suhu udara di dalam bangunan itu. Atau sebuah kelas biologi atau kimia dapat mempelajari konsep-konsep sains dasar dengan mengkaji penyebaran AIDS atau bagainana para petani menyebabkan kerusakan lingkungan dan dirugikan oleh kerusakan lingkungan.
B.   Membenahi Asumsi-asumsi KeIiru tentang Belaiar
Belajar kontekstual menawarkan lebih dari sekedar penataan kembali system pendidikan di Amerika Serikat; belajar kontekstual memberikan pendekatan yang lebih efektif untuk membelajarkan mayoritas siswa karena pendekatannya secara khusus disesuaikan dengan cara belajar Para siswa.
Pada beberapa tahun terakhir, sains dan studi-studi kognitif yang berkenaan dengan hubungan-hubungan di antara belajar terstruktur dan lingkungan kerjanya telah memberikan landasan yang lebih baik kepada kita untuk mengevaluasi keefektifan berbagai metode belajar mengajar. Namun demikian banyak edukator cenderung menginterpretasi lingkungan belajar menurut pengalaman mereka sendiri sebagai siswa. Dalam kata-kata lain, mereka mengajar dalam cara mereka telah diajar-biasanya dengan metode-metode ceramah abstrak tradisional. Tetapi, meskipun model ruang kelas tradisional bersifat valid, model semacam itu tidak niscaya menjadi strategi yang paling efektif untuk membelajarkan mayoritas siswa. Untuk meningkatkan keefektifan di ruang kelas, banyak edukator barangkali perlu mengubah beberapa asumsi dasar tentang bagaimana manusia belajar.
Dr. Sue Berryman dari Institute on Education and the Economy pada Universtitas Columbia telah memisahkan lima miskonsepsi umum tentang bagaimana manusia belajar:
1.    Manusia mentransfer belajar dari satu situasi ke satu situasi lainnya
2.    Para pelajar adalah panerima pasif ilmu wadah kosong untuk diisi pengetahuan.
3.    Belajar adalah penguat ikatan diantara stimuli dan respon-respon yang benar.
4.    Yang penting adalah mendapatkan jawaban yang benar.
5.    Skill-skill dan pengetahuan,agar dapat ditransfer ke situasi-situasi baru, hendaknya diperoleh secara lepas dari konteks-konteks gunanya.
Asumsi-asumsi di atas dapat menjauhkan banyak siswa dari pengalaman belajar yang efektif. Pada tiap kasus, pendekatan belajar kontekstual dapat membantu membenahi asumsi yang keliru dan proses-proses pendidikan yang tidak efisien langkah berkembang dari asumsi-asumsi tersebut.

Asumsi keliru # 1. Manusia mentransfer belajar dari satu situasi ke satu situasi lainnya.
Berryman mempersoalkan. misalnya, apakah sebagian besar orang benar-benar menggunakan-dalam praktek sehari-hari--pengetahuan, skill-skill, dalam strategi-strategi yang mereka dapatkan selama pendidikan formal mereka. Sebagai contoh, seorang siswa yang berlatih menjadi teknisi radiologi mungkin mengalami kesulitan dalam menghubungkan teori-teori yang dipelajarinya di kelas fisika dengan skill-skill teknik yang dipelajarinya dalam mata pelajaran-mata pelajaran elektronik

Asumsi Keliru # 2. Para pelajar adalah penemu pasif ilmu-wadah kosong untuk diisi pengetahuan
Tiap siswa mendekati tugas belajar berbekalkan suatu matriks skill-skill, pengetahuan, dan pengalaman yang telah diperolehnya-serta sekumpulan dugaan dan harapan. Belajar paling efektif terjadi bila siswa diundang (dan diajarkan) untuk membuat koneksi-koneksi di antara belajar di masa lalu dan tindakan-tindakan di masa depan. Tetapi teknik-teknik pembelajaran yang menuntutkan respon yang pada dasamya bersilat pasif dari para siswa, misalnya metode ceramah, menjauhkan mereka dari kesempatan untuk melibatkan diri mereka dengan materi. Mereka dapat kehilangan cara-cara belajar terpenting-eksplorasi, penemuan dan penciptaan. Para pelaiar yang tergantung pada guru dalam hal panduan dan umpan balik mungkin pula gagal membangun kepercayaan pada kemampuan-kemampuan intuitif mereka sendiri.

Asumsi Keliru #3. Belajar memperkuat ikatan diantara stimuli dan respon-respon yang benar
Miskonsepsi ini didasarkan pada pendekatan pendidikan behavioris, yang cenderung lebih menghargai respon daripada  pemahaman. Pendidikan yang berlandaskan pada teori behavioris biasanya mengarah pada penguraian tugas-tugas dan idea-idea yang kompleks menjadi komponen-komponen yang terlalu disederhanakan,sub tugas-sub tugas yang tidak berkaitan, pelatihan yang bersifat perulangan, serta fokus yang tidak tepat pada "jawaban benar." Hal demikian tidak membantu siswa belajar memecahkan soal pada tingkat yang Iebih sistemik.

             Asumsi Keliru # 4,yang penting adalah mendapatkan jawaban yang benar.
Siswa-siswa yang fokus utamanya untuk mendapatkan jawaban benar cenderung lebih bersandar pada jalan pintas hafalan daripada pemerolehan skill-skill pemecahan masalah yang akan mereka perlukan dalam latar kehiidupan nyata.

Asumsi keliru # 5. Skill-skill dan pengetahuan agar dapat ditrasfer situasi-situasi baru, hendaknya diperoleh secara lepas dari konteks-konteks gunanya.
Proses mengabstraksi pengetahuan, atau mengambil pengetahuan keluar dari konteks khususnya, telah lama diajarkan untuk menbuat pengetahuan itu lebih berguna pada banyak situasi filsafat tersebut melandasi sebagian besar sistem pendidikan saat ini. Namun demikian, Berryman berpandangan bahwa dekontekstualisasi seperti demikian dapat dengan mudah merampas motivasi dan maksud dari para siswa. Mereka barangkali sukar memahami mengapa suatu konsep itu penting dan bagaimana kaitannya dengan kenyataan, dan kejadian demikian menjadikan materi lebih sukar diserap. Misalnya, definisi sebuah istilah dapat sukar dipelajari dan diserap tanpa adanya pemahaman tentang konteks gunanya.

Daftar Pustaka 
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Contextual-Learning-and-Teaching-CTL-Pengajaran-dan-Pembelajaran-Konstektual-Kasihani-KE.pdf
CORD; Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications in the United States of America: 1999
Wahyudin; Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran,Bandung: 2008

No comments:

Post a Comment

Mohon komentarnya....!

Pendidikan

Analisis Data Statistik dengan SPSS


Tinggalkan Pesan dan Kesan Anda di Buku Tamu

Komentar Terbaru