Hadirkan
HATI dalam Mengajar
Oleh:
Samsul Maarif
“Samapaikanlah walaupun
itu hanya satu ayat”, sebuah ungkapan yang mengandung makna begitu dalam.
Betapa setiap orang harus berlomba-lomba untuk mengabarkan ilmu sesuai dengan
disiplin ilmu yang kita miliki, meskipun itu hanya satu kata ataupun satu kalimat.
Perlu diingat pula rangkaian dari kata perkata yang mengandung keilmuan
merupakan senjata yang sangat ampuh untuk membasmi kebodohan di negri ini.
Sudah menjadi kewajiban
seorang guru untuk menginformasikan pengetahuan yang dimilikanya supaya dapat
diserap oleh siswa. Oleh sebab itu, sudah barang tentu perlu pengetahuan yang
lebih jika ingin anak didiknya memiliki kekayaan intelektual yang besar. Bagaimana
seorang guru selalu menambah pengetahuan disetiap proses pengajarannya, menjadi
hal yang mudah diucapkan tapi acapkali susah untuk dilaksanakan. Tentunya perlu
kesadaran hati nurani yang mendalam untuk selalu mengembangkan kompetensi
keilmuannya. Menghadirkan hati meluangkan waktu untuk membaca baik secara textual maupun contextual disiplin ilmunya. Menghadirkan hati untuk memutar
otaknya untuk menciptakan pengajaran-pengajaran yang inovatif. Dan pada
akhirnya, seorang guru harus mampu menghadirkan hati untuk selalu menjaga anak
didiknya dari belenggu-belenggu kebodohan.
Mungkin bagi sebagian
pembaca menganggap penulis terlalu naif dalam pernyataan-pernyataan diatas.
Karena, ada banyak hal yang diungkapkan amat sangat mudah diucapkan, tapi dalam
implementasinya begitu sulit. Apalagi pada zaman sekarang menjadi seorang
pengajar ataupun guru sudah menjadi profesi yang sangat menjanjikan finansial
yang tinggi. Sehingga, tidak sedikit guru lupa akan filosofi dari pengajaran
yang sebenarnya. Bagaimana memanusiakan manusia dalam setiap pengajarannya sudah
menjadi hal yang langka karena sudah tergilas oleh jabatan profesi yang
menjanjikan. Padahal dibalik profesi guru yang pada saat ini sangat
menjanjikan, ada tugas yang amat sangat berat dipundaknya yaitu bagaimana
memanusiakn manusia. Yang kesemuanya itu tidak akan terlaksana tanpa hadirnya
hati dalam setiap pengajarannya.
Penulis ingin berbagi sebuah
pengalaman yang pernah dialami penulis. Waktu itu penulis melamar sebagai guru
di sebuah SMA swasta di Jakarta. Kondisi sekolah yang penulis tuju untuk
mengajar memang sudah bagus dengan segala fasilitas yang tersedia. Akan tetapi,
mungkin karena sekolah tersebut adalah sekolah anak-anak yang notabennya secara
ekonmi adalah sekolah kalangan menengah ke atas sehingga para siswanya
memerlukan perlakuan khusus dalam artian kesabaran yang sangat tinggi. Waktu
itu wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berkata pada penulis “Bapak, kalau mengajar
di sini bapak harus punya organ tubuh dua, punya jantung dua, punya hati dua,
maklum pak di sini anak-anaknya perlu kesabaran yang ekstra dalam mendidiknya”.
Kemudian Bapak wakil kepala sekolahpun berbagi banyak cerita tentang kondisi
siswanya, bagaimana ada sikap-sikap siswa yang perlu diluruskan, sikap-sikap
siswa yang mungkin menjadi hal yang biasa dikalangan anak remaja pada saat ini
akan tetapi jauh dari kesopanan hingga motivasi belajar yang sangat kurang. Dan
bapak wakil kepala sekolahpun bilang “Bapak mengajar harus dengan ini yah”,
seraya menunjukkan tangannya di dada sebelah kiri. Sejak saat itu penulis
berpikir bahwa tugas seorang guru memang benar-benar berat dan memang harus
datang dari hati yang tulus daalam mengajar.
Seorang guru yang
mengajar dengan hati, tidak kan merasa bimbang dengan apa balasan yang didapatnya.
Kebimbangan-kebimbangan dalam mengajar akan hilang dengan sekejap seraya
hadirnya hati pada pengetahuan yang dimilikinya. Seorang guru yang mengajar
dengan hati tidak akan pernah mengeluh melihat anak didiknya tidak memahami
materi yang kita ajarkan. Sehingga, dengan penuh kelembutan dan pelukan yang
hangat seorang guru membimbing hingga pada akhirnya anak didiknya menganggukan
kepala dan mengucapkan terima kasih atas segala yang sudah dipahaminya. Seorang
guru yang mengajar dengan hati tak pernah berhenti memberi motivasi intelektual
dan spiritual. Sehingga tertanam benih-benih karakter sikap positif yang selalu
terpancar pada setiap tindak dan tanduk anak didiknya.
Untuk itu, bagaimana
menghadirkan hati dalam setiap pengajaran penulis ingin mengajak para pembaca
dengan konsep “Menghadirkan HATI dalam Mengjar”. HATI di sini sebuah akronim
yaitu H = Hayati, A = Amati, T=Terapkan dan I=Ikhlas karena Alloh.
1. Hayati
Pendidikan dan
pengajaran mengandung makna filosofis yang mendalam sehingga perlu kiranya
seorang guru untuk menghayati nilai-nilai filosofis pengajaran hingga menyatu
dalam dirinya. Penghayatan akan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam
pendidikan dan pengajaran akan menimbulkan effect
semangat yang tinggi dalam mengajar. Betapa tidak, kesemua nialai-nilai
filosofis yang terkandung di dalam pendidikan dan pengajaran terdapat sebuah
keindahan Wheel of Life bagi seorang
guru. Bagaimana seorang guru dianalogikan sebagai sebuah pelita yang selalu
menerangi dalam kegelapan para anak didiknya.
2. Amati
Proses pengajaran tidak
terlepas dari proses pengamatan bagi seorang guru. Semua yang terjadi dalam
setiap kegiatan pengajaran hendaknya menjadi sebuah pengamatan bagi seorang
guru untuk mengeksplorasi segala macam yang terjadi sehingga dapat dikreasikan
menjadi sebuah pembelajaran yang lebih baik. Memang perlu sumbangan pemikiran
yang tinggi dari seorang guru untuk menjadikan sebuah pengamatan menjadi sebuah
konsep pengajaran yang lebih baik.
Disamping pengamatan
terhadap proses pembelajaran, seorang guru juga harus mampu mengamati
perkembangan psikologis anak didiknya. Pengamatan dilakukan tidak parsial orang
perororang, akan tetapi semua anak didiknya harus tidak lepas dari pengamatan
seorang guru. Tentunya, dengan pengamatan perkembangan psikologis seorang guru
mampu memberikan bimbingan dan motivasi pada anak didiknya hingga menjadi
pribadi yang sholeh dan sholekhah.
3.Terapkan
Semua yang dimiliki dan
kajian yang sudah dilakukan oleh guru harus benar-benar terimplementasikan
dengan baik. Jangan samapai apa yang diucapkan berbeda dengan apa yang
dikerjakan. Sikap idealis tentunya diperlukan untuk menerapkan kaidah-kaidah
seorang guru dalam mendidik sebagai cermin guru yang profesional.
4.Ikhlas karena Alloh
Kata “Ikhlas” memang
mudah diucapkan tapu sulit dijalankan. Tapi, kita sebagai manusia harus selalu
belajar dan terus belajar untuk melaksanakan kata ini. Guru yang ikhlas
mengajar kerena Alloh tentunya guru yang selalu menghadirkan hati dalam setiap
pengajarnNya. Dan sudah barang tentu akan menghadirkan keberkahan di dunia dan
di akhirat bagi guru yang menjalankannya.
Demikinan, sedikit
tulisan yang dapat penulis sampaikan tentunya sebagai bahan yang juga dapat
diperdebatkan ataupun didiskusikan lebih lanjut. Semoga bermanfaat.
Gambar diambil dari:
No comments:
Post a Comment
Mohon komentarnya....!